Kala itu awalku masuk dunia perkuliahan,masa dimana pergaulan mulai merayuku untuk lebih bebas dalam mengekspresikan jiwa,mulai dari fashion hingga ingin menjalin asmara.Tak ku pungkiri aku yang mulai mendewasa ingin terlihat cantik dan telah jatuh cinta,dengan berbagai cara dari berpakaian style modern yang jika kuingat membuat luka.Masa itu aku bahagia jika ada pria yang menggoda,yahhh dalam artian bertanya ‘lagi apa?’ sudah makan?.
Disetiap momennya tak bisa kuhindari,tapi aku juga tak berhenti bersyukur karena kelakuanku hanya sebatas dunia maya semata.dan belum pernah ku terjatuh dalam sentuhan para pria. syukur kala itu nurani ku masih bercahaya hingga tak sampai membuat noda.
Blogroll
Wednesday, 20 July 2016
Sunday, 10 July 2016
Nouman Ali Khan: Kamu Tidak Sedang Jatuh Cinta
Tulisan ini dibuat untukmu para pemuda/i yang sedang dalam pencarian dan penantian. Semoga Allah kuatkan dalam penjagaan, di jalan-Nya yang lurus.
****
****
Jatuh cinta, menyukai dan disukai.. Nouman Ali Khan dalam videonya “You’re not it love, You’re just hormonal” (link: https://www.youtube.com/watch?v=fLKCeACH3Pc), membahas terkait hal ini.
Keinginan Terbesar
Ditulis oleh: Bunda Kaska
Disusun ulang oleh: Ummu Sulaim
Coba sama-sama jujur ya…
Apa sih keinginan terbesarmu saat ini?
Yang menguasai hati…
Yang berkelebat setiap saat…
Yang membuatmu gelisah karena tak kunjung terwujud…
Yang menguasai hati…
Yang berkelebat setiap saat…
Yang membuatmu gelisah karena tak kunjung terwujud…
Mungkin jawabannya…
Saturday, 11 June 2016
Laa Tahzan… #1
Salah satu cara Allah menghibur Nabi adalah dengan mengisahkan orang-orang terdahulu yang sama-sama pernah diberi ujian.
Bismillaahirrahmanirrahim,
Sedih. Kita pasti pernah bersedih, kan. Gundah gulana, muram durja, hati terasa gelap tak tahu harus berbuat apa.
Bahkan Rasulullah pun pernah bersedih.
Hanya saja kesedihan beliau shalallahu ‘alayhi wasallam berkutat pada urusan dien, agama Allah.
Wednesday, 27 April 2016
(repost) Untuk Keluarga
by : @salimafillahSelalu ada waktu yang harus terluang untuk keluarga, yang tentang mereka Allah akan mempertanyakan kepemimpinan dan bimbingan kita. Waktu yang bermutu mensyaratkan jumlah tertentu yang harus disediakan demi menyusun rasa-rasa surga di dalam rumah dan keluarga. Betapa penting ini menjadi catatan, sebab telah tertulis amanah berat di dalam firmanNya:“Jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka!” (QS At-Tahriim [66]: 6)Hikmah dan nasehat, kabar gembira dan teguran, teladan dan pengarahan, serta kebijaksanaan dan ketulusan, pertama-tama menjadi hak mereka sebelum siapapun yang selainnya. Maka dalam tugas dakwah awalnya pun Sang Nabi diberi perintah untuk memberikan peringatan kepada handai taulannya yang terkarib.
Friday, 8 April 2016
Tulisan: Pengharapan Terbaik
Takut? Khawatir? Kecewa? Mungkin itu hal-hal yang sering kita pikirkan dan mungkin pernah terjadi dalam kehidupan kita. Iya, tepatnya ketika kita mengharapkan sesuatu hal yang ingin kita raih dan capai. Ada banyak hal yang mungkin kita perjuangkan, ada banyak cerita yang mungkin dicita-citakan. Ada banyak pula suka dan duka yang mewarnai. Entah berupa senyuman maupun airmata.
Pengharapan kita pada sesuatu hal, lakukanlah dengan semampu kita. Lakukan selama itu adalah untuk niat yang baik, untuk kebaikan. Ikhtiarkan dengan sebaik-baik ikhtiar dalam rangkaian-rangkaian doa dan usaha yang berterusan. Lalu, bertawakallah. Bertawakal dalam makna yang bukan berarti menyerah ataupun berputus asa.
Tuesday, 5 April 2016
"Ayah, Apakah Umar Telah Meninggal? "
Ketika istri membukakan pintu untukku, di waktu zhuhur siang ini, aku melihat dia menutup wajahnya. Aku bertanya: “apa yang terjadi?.”
“Si kecil.” Jawabnya pelan dan lirih.
Aku segera menuju kamar anak-anak. Aku mendapati si kecil menyendiri di atas ranjang. Aku memeluknya dan kembali mengulang pertanyaan kepada istri.
“Apa yang terjadi?”
Istri tidak menjawab. Aku meletakkan tanganku di kening si kecil. Tak ada tanda-tanda dia sakit.
“Apa yang terjadi?.” Aku kembali bertanya kepada istri.
Ternyata istri tak mau menjawab di hadapan si kecil. Aku mengajak istri menuju kamar kami.
Mulailah istri bercerita apa yang terjadi pada si kecil. Dan aku pun mengetahui apa yang terjadi setelah istri bercerita. Ternyata aku telah memahami cerita utuhnya tetapi istri hanya mengetahui sebagiannya saja.
Dan aku pun mengisahkan kepada istri apa yang tidak ia ketahui tentang si kecil.
Suatu ketika, saat itu, aku begitu ingin tidur bersama ketiga anak-anakku: Asma, Aisyah, dan si kecil. Aku sering kabur dari kamarku menuju kamar mereka dan merebahkan badanku yang tinggi di ranjang mereka.
Friday, 25 March 2016
ROMANTIS
“We do not see for those who love one another anything like marriage”
Kakak pernah berbagi cerita tentang pengalaman uniknya berkunjung ke sebuah klinik pengobatan di Bandung beberapa taun lalu. Klinik itu berisi sekumpulan ahli pijat yang terampil meredakan cedera akibat berolahraga atau berkendara. Banyak pesepakbola, yang menjadikan tempat ini sebagai “bengkel” otot dan tulang.
Malam itu, kakak mengantar teman perempuannya untuk mengecek nyeri di bagian bahu sehabis terjatuh keras. Terapis yang sedang kebagian jaga bernama Kang Tatang. Ia generasi kedua dari sang pendiri klinik yang telah malang melintang puluhan taun di dunia pijat memijat. Dengan kepribadiannya yang ramah, laki-laki berkumis lebat itu mencairkan suasana tegang dengan obrolan penuh canda.
Artikel : Lelaki Shalih Belum Tentu Menjadi Suami Shalih
Seorang wanita pastinya mengharapkan seorang lelaki shalih untuk menjadi suaminya. Hal ini tentu baik. Namun, ketika dia sudah mendapatkan seorang suami, apakah masih pantas dia membayangkan lelaki lain untuk menjadi suaminya, meski dengan alasan lelaki lain itu –menurut pandangan pribadinya – lebih baik dari suaminya? Kita khawatir perasaan seperti ini akan menjadikan seseorang tidak mengalah pada takdirnya, setelah sebelumnya dia sudah berikhtiar.
Saya ingin menuliskan inti jawaban untuk kedua pertanyaan tersebut di sini, untuk berbagi dengan yang lain. Semoga bermanfaat :
Nabi Muhammad, dalam hidupnya, juga sering menjadi tukang jodoh. Banyak riwayat yang menjelaskan hal itu, misalnya kisah perjodohan Julaibib dan lainnya. Nah, setelah mengamati apa yang dilakukan Nabi, berikut keterangan-keterangan dalam agama, kita sampai pada satu kesimpulan, ternyata dalam penilaian Nabi, lelaki shalih itu belum tentu menjadi suami shalih. Dengan ujaran lain, tidak semua lelaki baik, dapat menjadi suami yang baik!
Suami shalih, maknanya lebih luas dari pada lelaki shalih. Lelaki shalih adalah orang yang selalu melaksanakan perintah Allah baik lahir maupun batin. Misalnya, ia selalu berjama’ah di masjid, perilaku dan tutur katanya islami, meninggalkan hal-hal yang haram. Namun, dalam memberikan penilaian tentang siapa lelaki shalih itu, yang bisa kita lakukan hanya dari sisi lahiriahnya.
Saya ingin menuliskan inti jawaban untuk kedua pertanyaan tersebut di sini, untuk berbagi dengan yang lain. Semoga bermanfaat :
Nabi Muhammad, dalam hidupnya, juga sering menjadi tukang jodoh. Banyak riwayat yang menjelaskan hal itu, misalnya kisah perjodohan Julaibib dan lainnya. Nah, setelah mengamati apa yang dilakukan Nabi, berikut keterangan-keterangan dalam agama, kita sampai pada satu kesimpulan, ternyata dalam penilaian Nabi, lelaki shalih itu belum tentu menjadi suami shalih. Dengan ujaran lain, tidak semua lelaki baik, dapat menjadi suami yang baik!
Suami shalih, maknanya lebih luas dari pada lelaki shalih. Lelaki shalih adalah orang yang selalu melaksanakan perintah Allah baik lahir maupun batin. Misalnya, ia selalu berjama’ah di masjid, perilaku dan tutur katanya islami, meninggalkan hal-hal yang haram. Namun, dalam memberikan penilaian tentang siapa lelaki shalih itu, yang bisa kita lakukan hanya dari sisi lahiriahnya.
Saturday, 12 March 2016
Dear my hijrah;
Dalam jalan hijrah yang aku pilih; selalu ada pilihan tuk bergegas maju atau mundur sejenak. Sebab diantara paradoks ragu dan pasti, kita harus berani memilih memperjuangkan atau merelakan; menerima atau melepaskan.
Dalam jalan hijrah yang aku pilih; kita mencoba menyapa tiap luahan cinta dengan kebaikan atau keburukan. Sebab dalam sebait aku dan kau, ada hadiah terindah dalam rindu dan suka yang bergejolak; doa misalnya.
Dalam jalan hijrah yang aku pilih; kita mendekapkan ukhuwah seperti sepatu yang kita pakai, yang tiap kaki memiliki ukurannya. Memaksakan tapal kecil untuk telapak besar akan menyakiti. Memaksakan sepatu besar untuk tapal kecil merepotkan. Kaki-kaki yang nyaman dalam sepatunya akan berbaris rapi-rapi; berkecukupan.
Dalam jalan hijrah yang aku pilih; setiap manusia tetaplah menjadi dirinya. Tak ada yang berhak memaksa sesamanya untuk menjadi sesiapa yang ada dalam angannya. Sebab diantara takaran-takaran yang tak serupa, tugas kita adalah mengukur orang dengan pakaian mereka sendiri, bukan pakaian milik tokoh lain; apalagi kita.
Dalam jalan hijrah yang aku pilih; kita selalu menggelorakan amal shalih dalam kebertakjuban. Mencemburui tiap keshalihan dan berupaya menjadikannya baju milik sendiri. Karena lillah, tidak ada orang yang terlalu jelek untuk memulai berbuat baik. Pun tidak ada orang yang terlalu 'perfect' tuk berhenti dari berkebaikan. Jangan pernah merasa cukup karena telah sampai, tapi selalu merasalah 'sedang menuju kesana'; membentangkan mimpi dan capaian.
Dalam jalan hijrah yang aku pilih; kita tak perlu bercemas akan jodoh dan rizki yang tlah diatur pasti dalam Lauful Mahfuznya. Sebab mau diambil dari jalan halal ataupun haram, dapatnya yang itu juga, dapatnya segitu juga. Yang beda rasa berkah dan bahagianya. Maka berbahagialah orang yang berhasil mengikis haram dari prosesnya, tetapi mampu menampakkan bekas berkahnya berupa akhlaq mulia dan sedekah terbaik pada sesama; menumbuhkan dan memakmurkan.
Dalam jalan hijrah yang aku pilih; kita tak mungkin bisa membuat manusia bumi tunduk dan suka seluruhnya. Selalu ada yang benci tiap islam disemarakkan; Abu Jahal misalnya. Selalu ada yang menentang tiap ketaatan dinasionalkan; Fir'aun contohnya. Maka hidup bukan untuk menuruti apa kata manusia, tapi apa kata Allah; Inilah hijrah yang memukau.
Salam,
Erwin P. Pratama
Erwin P. Pratama
Saturday, 5 March 2016
Cinta Rasa Facebook
Zahraton Nawra
Untuk satu rasa
yang tak berdevenisi, kuikhlaskan ia mengalir pada titah Ilahi.
Karna cinta sesungguhnya, tak kan lahir di balik
dinding facebook.
Aku
tak melihat bintang di langit malam. Sepertinya kabut benar-benar merdeka, telah
berhasil mengelabui hatiku. Mungkin aku tak punya hak membatasi perasaan
terhadap orang lain. Tapi, ini sudah keterlaluan. Membiarkan ia bersarang di
dalamnya, seperti menciptakan bom Molotov yang meletup-letup tanpa bisa
terkendali.
“Randa, apa kabar dia?” Sejak hilang kontak sebulan
yang lalu, aku hampir gila karna rindu. Mungkinkah dia sengaja menghindar karna
sudah ada yang punya. Ah. Setidaknya kalau pun benar, aku tetap datang di acaranya
walau sebagai tamu.
Randa… Randa… lupakah engkau bagaimana pertama kali
engkau menarik hatiku bersamamu? Tidak. Aku yakin engkau tidak lupa. Bagaimana
mungkin engkau lupa, sedangkan ikrar cintamu yang begitu manis masih terasa
hingga ujung rongga, sampai kini. Aku benar-benar gila, Randa, kamu harus
bertanggung jawab.
Friday, 4 March 2016
Sudahkah Aku Mencintai Orang Yang Tepat?
Oleh: Nafani,
DID I love the right person?
Beberapa tahun yang lalu, aku tertegun saat membaca judul tulisan di atas.
Did I love the right person? Apakah aku mencintai orang yang tepat?
Rasa bingung, bertanya-tanya, mulai mengusikku. Bukan karena aku memiliki banyak pengalaman tentang hal klise tersebut, tapi justru aku bertanya, have I ever been in love? Pernahkah aku jatuh cinta? Itulah yang kupikirkan.
Tabi’in Terbaik “Uwais Al-Qoroni” – (Part 1 of 4)
Uwais bin ‘Amir Al-Qoroni adalah tabiin terbaik sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan oleh Imam Muslim[1] dari Umar bin Al-Khotthob ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah bersabda إِنَّ خَيْرَ التَّابِعِيْنَ رَجُلٌ يُقَالُ لَهُ أُوَيْسٌ وَلَهُ وَالِدَةٌ ((Sebaik-baik tabi’in adalah seorang yang disebut dengan Uwais dan ia memiliki seorang ibu… )).
Berkata An-Nawawi, “Ini jelas menunjukkan bahwa Uwais adalah tabi’in terbaik, mungkin saja dikatakan “Imam Ahmad dan para imam yang lainnya mengatakan bahwa Sa’id bin Al-Musayyib adalah tabi’in terbaik”,
maka jawabannya, maksud mereka adalah Sa’id bin Al-Musayyib adalah tabi’in terbaik dalam sisi ilmu syari’at seperti tafsir , hadits, fiqih, dan yang semisalnya dan bukan pada keafdlolan di sisi Allah”[2]
Berikut ini kami menyampaikan sebuah hadits yang berkaitan dengan kisah Uwais Al-Qoroni yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalah shahihnya[3].
Namun agar kisahnya lebih jelas dan gamblang maka dalam riwayat Imam Muslim ini kami menyelipkan riwayat-riwayat yang lain yang diriwayatkan oleh Al-Hakim dalam Al-Mustadroknya, Abu Ya’la dan Ibnul Mubarok dalam kedua musnad mereka.
Dari Usair bin Jabir berkata, “Umar bin Al-Khotthob, jika datang kepadanya amdad dari negeri Yaman maka Umar bertanya mereka, “Apakah ada diantara kalian Uwais bin ‘Amir ?”,
hingga akhirnya ia bertemu dengan Uwais dan berkata kepadanya, “Apakah engkau adalah Uwais bin ‘Amir?”,
ia berkata, “Iya”.
hingga akhirnya ia bertemu dengan Uwais dan berkata kepadanya, “Apakah engkau adalah Uwais bin ‘Amir?”,
ia berkata, “Iya”.
Umar berkata, “Apakah engkau berasal dari Murod[4], kemudian dari Qoron?”,
ia berkata, “Benar”.
Umar berkata, “Engkau dahulu terkena penyakit baros (albino) kemudian engkau sembuh kecuali seukuran dirham?”
ia berkata, “Benar”.
ia berkata, “Benar”.
Umar berkata, “Engkau dahulu terkena penyakit baros (albino) kemudian engkau sembuh kecuali seukuran dirham?”
ia berkata, “Benar”.
((Pada riwayat Abu Ya’la[5]: Uwais berkata, “Darimana engkau tahu wahai Amirul mukminin?,
demi Allah tidak seorang manusiapun yang mengetahui hal ini.”
demi Allah tidak seorang manusiapun yang mengetahui hal ini.”
Umar berkata “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengabarkan kepada kami bahwasanya akan ada diantara tabi’in seorang pria yang disebut Uwais bin ‘Amir yang terkena penyakit putih (albino) lalu ia berdoa kepada Allah agar menghilangkan penyakit putih tersebut darinya,
ia berkata (dalam doanya), “Ya Allah sisakanlah (penyakit putihku) di tubuhku sehingga aku bisa (selalu) mengingat nikmat yang telah Engkau berikan kepadaku”…”))
Umar berkata, “Engkau memiliki ibu?”,
ia menjawab, “Iya”,
Umar berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ((Akan datang kepada kalian Uwais bin ‘Amir bersama pasukan perang penolong dari penduduk Yaman dari Murod dari kabilah Qoron, ia pernah terkena penyakit albino kemudian sembuh kecuali sebesar ukuran dirham,
ia menjawab, “Iya”,
Umar berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ((Akan datang kepada kalian Uwais bin ‘Amir bersama pasukan perang penolong dari penduduk Yaman dari Murod dari kabilah Qoron, ia pernah terkena penyakit albino kemudian sembuh kecuali sebesar ukuran dirham,
ia memiliki seorang ibu yang ia berbakti kepada ibunya itu, seandainya ia (berdoa kepada Allah dengan) bersumpah dengan nama Allah maka Allah akan mengabulkan permintaannya. Maka jika engkau mampu untuk agar ia memohonkan ampunan kepada Allah untukmu maka lakukanlah)), oleh karenanya mohonlah kepada Allah ampunan untukku!”
((Dalam suatu riwayat Al-Hakim[6] : “Engkau yang lebih berhak untuk memohon ampunan kepada Allah untukku karena engkau adalah sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam”)), lalu Uwaispun memohon kepada Allah ampunan untuk Umar.
Lalu Umar bertanya kepadanya, “Kemanakah engkau hendak pergi?”,
ia berkata, “Ke Kufah (Irak)”,
Umar berkata, “Maukah aku tuliskan sesuatu kepada pegawaiku di Kufah untuk kepentinganmu?”,
ia berkata, “Aku berada diantara orang-orang yang lemah lebih aku sukai”.
ia berkata, “Ke Kufah (Irak)”,
Umar berkata, “Maukah aku tuliskan sesuatu kepada pegawaiku di Kufah untuk kepentinganmu?”,
ia berkata, “Aku berada diantara orang-orang yang lemah lebih aku sukai”.
((Dalam riwayat Al-Hakim[7] : Kemudian Uwaispun mendatangi Kufah, kami berkumpul dalam halaqoh lalu kami mengingat Allah, dan Uwais ikut duduk bersama kami, jika ia mengingatkan para hadirin (yang duduk dalam halaqoh tentang akhirat) maka nasehatnya sangat mengena hati kami tidak sebagaimana nasehat orang lain.
Suatu hari aku (yaitu Usair bin Jabir) tidak melihatnya maka aku bertanya kepada teman-teman duduk (halaqoh) kami, “Apakah yang sedang dikerjakan oleh orang yang (biasa) duduk dengan kita, mungkin saja ia sakit?”, salah seorang berkata, “Orang yang mana?”, aku berkata, “Orang itu adalah Uwais Al-Qoroni”, lalu aku ditunjukkan dimana tempat tinggalnya,
maka akupun mendatanginya dan berkata, “Semoga Allah merahmatimu, dimanakah engkau?, kenapa engkau meninggalkan kami?”,
ia berkata, “Aku tidak memiliki rida’ (selendang untuk menutup tubuh bagian atas), itulah yang menyebabkan aku tidak menemui kalian.”, maka akupun melemparkan rida’ku kepadanya (untuk kuberikan kepadanya),
ia berkata, “Aku tidak memiliki rida’ (selendang untuk menutup tubuh bagian atas), itulah yang menyebabkan aku tidak menemui kalian.”, maka akupun melemparkan rida’ku kepadanya (untuk kuberikan kepadanya),
namun ia melemparkan kembali rida’ tersebut kepadaku, lalu akupun mendiamkannya beberapa saat lalu ia berkata, “Jika aku mengambil rida’mu ini kemudian aku memakainya dan kaumku melihatku maka mereka akan berkata, “Lihatlah orang yang cari muka ini (riya’) tidaklah ia bersama orang ini hingga ia menipu orang tersebut atau ia mengambil rida’ orang itu”.
Aku terus bersamanya hingga iapun mengambil rida’ku, lalu aku berkata kepadanya, “Keluarlah hingga aku mendengar apa yang akan mereka katakan!”.
Maka iapun memakai rida’ pemberianku lalu kami keluar bersama. Lalu kami melewati kaumnya yang sedang bermasjlis (sedang berkumpul dan duduk-duduk),
Maka iapun memakai rida’ pemberianku lalu kami keluar bersama. Lalu kami melewati kaumnya yang sedang bermasjlis (sedang berkumpul dan duduk-duduk),
maka merekapun berkata, “Lihatlah kepada orang yang tukang cari muka ini, tidaklah ia bersama orang itu hingga ia menipu orang itu atau mengambil rida’ orang itu”.
Akupun menemui mereka dan aku berkata, “Tidak malukah kalian, kenapa kalian mengganggunya (menyakitinya)?, demi Allah aku telah menawarkannya untuk mengambil rida’ku namun ia menolaknya!”))
Akupun menemui mereka dan aku berkata, “Tidak malukah kalian, kenapa kalian mengganggunya (menyakitinya)?, demi Allah aku telah menawarkannya untuk mengambil rida’ku namun ia menolaknya!”))
Pada tahun depannya datang seseorang dari pemuka mereka[8] dan ia bertemu dengan Umar, lalu Umar bertanya kepadanya tentang kabar Uwais, orang itu berkata, “Aku meninggalkannya dalam keadaan miskin dan sedikit harta”
((Dalam riwayat Ibnul Mubarok[9] : orang itu berkata “Ia adalah orang yang jadi bahan ejekan di kalangan kami, ia dipanggil Uwais”)).
((Dalam riwayat Ibnul Mubarok[9] : orang itu berkata “Ia adalah orang yang jadi bahan ejekan di kalangan kami, ia dipanggil Uwais”)).
Umar berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ((Akan datang kepada kalian Uwais bin ‘Amir bersama pasukan perang penolong dari penduduk Yaman dari Murod dari kabilah Qoron, ia pernah terkena penyakit albino kemudian sembuh kecuali sebesar ukuran dirham, ia memiliki seorang ibu yang ia berbakti kepada ibunya itu,
seandainya ia (berdoa kepada Allah dengan) bersumpah dengan nama Allah maka Allah akan mengabulkan permintaannya. Maka jika engkau mampu untuk agar ia memohonkan ampunan kepada Allah untukmu maka lakukanlah)),
maka orang itupun mendatangi Uwais dan berkata kepadanya, “:Mohonlah ampunan kepada Allah untukku”,
maka orang itupun mendatangi Uwais dan berkata kepadanya, “:Mohonlah ampunan kepada Allah untukku”,
Uwais berkata, “Engkau lebih baru saja selesai safar dalam rangka kebaikan maka engkaulah yang memohon ampunan kepada Allah untukku”,
orang itu berkata, “:Mohonlah ampunan kepada Allah untukku”,
Uwais berkata, “Engkau lebih baru saja selesai safar dalam rangka kebaikan maka engkaulah yang memohon ampunan kepada Allah untukku”,
orang itu berkata, “:Mohonlah ampunan kepada Allah untukku”,
Uwais berkata, “Engkau lebih baru saja selesai safar dalam rangka kebaikan maka engkaulah yang memohon ampunan kepada Allah untukku”,
Uwais berkata, “Engkau bertemu dengan Umar?”,
Orang itu menjawab, “Iya”.
((Dalam riwayat Al-Hakim[10] : Uwais berkata, “Aku tidak akan memohonkan ampunan kepada Allah untukmu hingga engkau melakukan untukku tiga perkara”,
ia berkata, “Apa itu?”,
Orang itu menjawab, “Iya”.
((Dalam riwayat Al-Hakim[10] : Uwais berkata, “Aku tidak akan memohonkan ampunan kepada Allah untukmu hingga engkau melakukan untukku tiga perkara”,
ia berkata, “Apa itu?”,
Uwais berkata, “Janganlah kau ganggu aku lagi setelah ini, janganlah engkau memberitahu seorangpun apa yang telah dikabarkan Umar kepadamu” dan Usair (perowi) lupa yang ketiga)) Maka Uwaispun memohon ampunan bagi orang itu.
Lalu orang-orangpun mengerti apa yang terjadi lalu iapun pergi[11].
Usair berkata, “Dan baju Uwais adalah burdah (kain yang bagus yang merupakan pemberian si Usair) setiap ada orang yang melihatnya ia berkata, “Darimanakah Uwais memperoleh burdah itu?”[12]
Usair berkata, “Dan baju Uwais adalah burdah (kain yang bagus yang merupakan pemberian si Usair) setiap ada orang yang melihatnya ia berkata, “Darimanakah Uwais memperoleh burdah itu?”[12]
HARGA SEORANG MENANTU
Beberapa waktu lalu saya dan suami mampir ke rumah seorang kawan saya yg baru menikah beberapa bulan.. pas disana juga ada ibu mertua kawan saya ini..
si suami kawan saya ini berkata, “alhamdulillaah saya memiliki seorang istri yg baik, yg membantu saya dalam segala hal..”
si suami kawan saya ini berkata, “alhamdulillaah saya memiliki seorang istri yg baik, yg membantu saya dalam segala hal..”
tetapi kemudian ibunya yg juga ibu mertua kawan saya menyahut,“ya iyalah buat apa punya istri kalo kamu masih cuci baju sendiri, ngepel, nyapu? itu kan guna kamu punya istri.”
kami semua lantas terdiam dan hanya tersenyum menanggapi ucapan sang ibu.. tampak jelas dari wajah kawan saya terlihat sedih dan wajah suaminya terlihat tidak enak pada kami..
~~~~~~~~~~
KHUTBAH IBLIS YANG SANGAT MENYENTUH HATI…
Iblis berkhutbah…??,
benar…
ia berkhutbah…
bahkan khutbah yang paling menyentuh hati…
tidak ada khutbah yang menyentuh hati sebagaimana khutbah Iblis ini…
ia berkhutbah…
bahkan khutbah yang paling menyentuh hati…
tidak ada khutbah yang menyentuh hati sebagaimana khutbah Iblis ini…
Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata :
إِذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ ، قَامَ إِبْلِيْسُ خَطِيْبًا عَلَى مِنْبَرٍ مِنْ نَارٍ ، فَقَالَ: إِنَّ اللهَ وَعَدَكُمْ وَعْدَ الْحَقِّ وَوَعَدْتُكُمْ فَأَخْلَفْتُكُمْ
“Tatkala hari kiamat Iblis berdiri di atas sebuah mimbar dari api lalu berkhutbah seraya berkata, “Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadamu janji yang benar, dan akupun telah menjanjikan kepadamu tetapi aku menyalahinya…” (Tafsiir At-Thobari 16/563)
Thursday, 3 March 2016
Saya Ingin Hijrah…
“Saya ingin hijrah…”
Kira-kira seperti itulah suara yang beberapa waktu ini menggema dalam hati saya. Seakan apa yang saya lakukan hampir semuanya serba salah, dan memang salah. Hidup saya dengan segala aspek di dalamnya berantakan dan cobaan kepada 3 hal utama bagi saya saat ini, datang bertubi-tubi.
Bukannya dari dulu tidak ada keinginan untuk lebih baik, namun hijrah kali ini memiliki makna yang sama sekali berbeda dari sebelumnya. Hijrah kali ini, saya ingin mengubah total apa yang ada pada saya dulu hingga sekarang, dan tak pernah kembali lagi.
Seperti ulat yang berubah menjadi kepompong kemudian menjadi kupu-kupu. Kupu-kupu yang sama tak pernah lagi menjadi ulat sebagaimana ia sebelumnya.
Seperti ulat yang berubah menjadi kepompong kemudian menjadi kupu-kupu. Kupu-kupu yang sama tak pernah lagi menjadi ulat sebagaimana ia sebelumnya.
Wednesday, 2 March 2016
🍂 PESAN UNTUK LAKI-LAKI PEMIMPIN KELUARGA 🍂
♻ Laki-laki itu adalah qowwam. Qowwam adalah leader. Yang bisa memimpin. Berarti seorang laki-laki harus mempunyai pemahaman tentang Islam dan bagaimana cara memimpin.
❓ Lalu bagaimana seorang laki-laki bisa dikatakan sebagai imam?
💎 Karena seorang laki-laki harus bertanggung jawab terhadap ibunya, istrinya, adik perempuannya, dan anak perempuannya. Karena itulah laki-laki disebut sebagai tulang pungung.
🌷KETIKA CINTA BERTEPUK SEBELAH TANGAN🌷
oleh: @AnwarKhalifah
ust. Anis matta mengatakan “cinta indah karena ia bekerja dalam ruang kehidupan yang luas. Dan inti pekerjaan nya ialah memberi”
ibnu qayyim al jauziyyah mengatakan ““Cinta yang terpuji adalah cinta yang memberikan manfaat kepada orang yang merasakan cinta itu untuk kebahagiaan dunia dan akhiratnya. Cinta inilah yang menjadi asas kebahagiaan. Sedangkan cinta bencana adalah cinta yang membahayakan pelakunya di dunia maupun akhirat dan membawanya ke pintu kenistaan serta menjadikannya asas penderitaan dalam jiwanya.”
Thursday, 25 February 2016
Allah Memberikan Kesempurnaan
Pati, 10 April 1992. Allah memberikanku kesempurnaan.
Memberi hikmah tak terkira bagi keluarga kami. Setelah berjuang selama hampir 12 jam, hari itu aku dilahirkan lewat Rahim seorang ibu yang tangguh. Sungguh sulit membayangkan apa yang dirasakan oleh Bapak dan Ibuku setelah mengetahui buah hatinya tidak terlahir sebagaimana anak-anak lainnya, badan mungilku dicekoki kabel dan inkubator, tanpa tangisan. Asphyxia neonatal mengalahkan syaraf-syaraf tubuhku, lengkap dengan vonis dokter bahwa fisikku takkan bertahan lama melihat indahnya dunia.
Hari itu, boleh jadi adalah awal dari segenap kisah cerita hidup yang terus mewarnai keluarga kami. Muhammad Zulfikar Rakhmat, dilahirkan dengan keterbatasan, tanpa syaraf tangan dan ujung lidah yang tidak berfungsi sempurna. Sulit membayangkan apa yang dirasakan orang tuaku saat itu. Namun, kuyakin bukanlah keterbatasan fisik yang mereka sesalkan melainkan ketakutan akan masa depan, masa depan anaknya yang harus hidup dengan perjuangan. Perjuangan yang “berbeda” untuk mendapatkan kebahagiaan.
Semarang, 1 Juli 1996. Allah memberiku kesempurnaan.
4 tahun setelah aku dilahirkan. Nyatanya Allah lah pemberi kehidupan. Meski tak mampu berbicara normal sebagaimana anak-anak lainnya, setidaknya ayah dan ibuku cukup berbangga karena anaknya mampu bertahan dan kini sudah pantas untuk bersekolah. Yang kuingat, saat itu, ayahku mencoba mendaftarkanku ke Sekolah Dasar formal.
Tapi sayang, seluruh sekolah dasar di Semarang menolakku, dengan berbagai alasan terkait dengan keterbatasan yang kumiliki. Namun, aku bersyukur didampingi ayah dan ibu yang hebat. Dengan penuh keyakinan ayah dan ibuku menemui beberapa orang dan lembaga–cara logis dan umum yang dilakukan oleh banyak orang di Indonesia. Anda punya masalah? Temui mereka yang ‘penting’, syukur-syukur berakhir dengan solusi dan “sedikit” rasa iba. Tapi, benar saja, Alhamdulillah, Allah memberikanku jalan. Tak berapa lama, ikhtiar ayahku dijawab Allah dan aku diterima di sekolah formal, SD Al Azhar di Semarang.
Berulang kali aku berucap syukur, entah apa jadinya jika saat itu tak satupun sekolah “normal” yang mau menerimaku. Barangkali Sekolah Luar Biasa (SLB) adalah jalan pilihan yang harus ditempuh. Sekolah Luar Biasa yang sebetulnya tidaklah luar biasa bagi kami kaum difabel. Karena di sekolah itulah biasanya otak kaum difabel dikerangkeng, hati dan fisik mereka dipisahkan dari komunitas. Sekolah yang justru memberikan“keterbatasan” yang sesungguhnya bagi kaum difabel untuk lebih menikmati kehidupan.
Hari-hari sekolah kujalani penuh cerita. Cerita yang berbeda.
Jika boleh jujur, dari hati yang paling dalam, sungguh aku tak ingin lagi mengulang detil cerita luka yang kualami sewaktu sekolah. Awalnya kupikir, cukuplah ini menjadi hikmah dalam hidupku yang harus kutimbun dalam-dalam di hati. Tapi belakangan kusadar, ini sesunggunnya bukanlah cerita menyedihkan. Harusnya ini menjadi cerita membahagiakan tentang kekuatan dan keberhasilanku melawan keterbatasan. Harusnya ini menjadi cerita hikmah yang harus didengarkan oleh banyak kaum difabel di luar sana yang kalah melawan keterbatasan. Harusnya cerita ini juga didengarkan oleh setiap orang yang penuh kesempurnaan di dunia ini, agar kami kaum difabel bisa berjalan beriringan dalam setiap cerita-cerita hidup mereka.
Bullying, satu kata yang terus menghukum jantung hatiku semenjak belasan tahun yang lalu. Hari-hari disaat dilecehkan teman, didorong hingga membuat kepalaku penuh jahitan, dikucilkan dari pergaulan, dan pulang ke rumah dengan tangisan. Yang kuingat adalah tak ada yang bisa kulakukan selain berdiam diri di kelas di saat yang lain berlarian di jam istirahat. Datang ke sekolah se-akhir mungkin dan pulang se-awal mungkin. Datang lebih awal adalah membuka kesempatan mendapatkan ciutan dan pulang lebih awal adalah satu-satunya jalan untuk melarikan diri dari pergaulan.
Dari semua cerita, satu hal yang masih kuingat jelas, mereka yang selalu meragukan kemampuanku. Ada satu pertanyaan yang sering kuterima, “Apa cita-citamu?” Pertanyaan yang sebetulnya standar buat anak SD yang waktu itu belum tahu apa-apa. Dengan penuh keyakinan aku selalu jawab, “Cita-citaku menjadi seorang guru.” Tapi sayang sekali beberapa dari mereka meragukannya dan ada yang menertawakannya, bahkan ada juga yang mengatakan, “Gimana mau menjadi guru, nulis aja gak bisa?”
Entahlah, apa yang kualami saat itu boleh jadi adalah ujian dan hikmah dari Allah. Tapi Allah sangat adil terhadap hamba-hambanya. Di balik segala cerita itu, Allah menganugerahkanku ayah dan ibu yang hebat. Setiap kali pulang ke rumah, Ayah dan Ibuku selalu tersenyum “bahagia” dan menyambut dengan berkata, “Jangan biarkan keterbatasan mengalahkanmu,” serta membelaiku dan mencoba mencari alasan agar seolah-olah masuk akal bahwa cerita bullying itu adalah masalah kecil yang tidak perlu dipikirkan meski kutahu saat itu sebetulnya beliau menanggung beban yang jauh lebih berat dari apa yang kualami dan kupikirkan.
Semarang, 1 Juli 2004. Allah memberikanku kesempurnaan.
Kesehatan selalu menjadi anugerah terindah yang diberikan Allah. Tahun itu kutamatkan Sekolah Dasar dan melanjutkan pendidian ke jenjang SMP. Meski bullying masih terkadang kualami dari hari ke hari, tapi sepertinya hati ini sudah mulai kuat, setidaknya tak ada lagi tangisan. Berulang kali kumotivasi diriku untuk melakukan apa yang siswa normal lainnya lakukan.
Ternyata benar, ikhtiar dan kerja keras adalah jalan untuk mendapatkan kesetaraan. Beberapa kali, aku terpilih sebagai juara lomba pidato dan santri terbaik serta lulus dengan nilai ujian nasional yang memuaskan.
Perlahan percaya diri itu mulai muncul. Aku bisa melihat Ayah-Ibuku mulai tersenyum bahagia bahwa perjuangan beliau menjadi kenyataan. Bahwa aku bukan lagi anak yang lemah dan “terbatas”. Melalui perjuangan tanpa lelah mendampingiku dari waktu ke waktu, Merekalah yang sebetulnya berhasil meruntuhkan segala “keterbatasanku”.
Qatar, 30 Mei 2007. Allah memberikanku kesempurnaan.
Kami sekeluarga pindah ke Qatar. Cerita baru yang menjadi awal bagi keluarga kami hidup di perantauan. Namun benar saja, momen ditolak sekolah terulang kembali. Setelah berkeliling satu negara, tak ada satu sekolahpun yang mau menerimaku. Strategi menemui ‘orang penting’ tak mungkin lagi bisa dilakukan. Waktu itu, ayahku sempat kehabisan akal hingga mulai terpikir untuk mengirimku kembali ke Indonesia.
Tetapi Allah memang Maha Besar. Beberapa hari setelah itu, akhirnya sebuah sekolah menerimaku sebagai siswa di Qatar. Benar adanya, bahwa perjuangan hanya akan berhenti setelah ajal menjemput. Sekolah di Qatar membawaku pada bentuk perjuangan lain. Bergaul dengan lingkungan yang asing lengkap dengan keasingan bahasa dan sifat-sifat mereka. Tapi setidaknya, ada satu hal yang berbeda, tak ada lagi bullying.
Hari-hari yang kulewati bukan lagi saat-saat memendam rasa benci terhadap teman yang mem-bully, perjuanganku jauh lebih “membahagiakan”–belajar bahasa Arab dan belajar bagaimana mencari teman. Kebahagiaan yang justru kudapatkan setelah pergi ribuan kilometer dari Bumi Pertiwi.
Qatar, 1 Maret 2010. Alah memberikanku kesempurnaan.
Anak yang dulu dilahirkan tanpa tangisan dan banyak keterbatasan, diterima dengan beasiswa di Qatar University. Belajar dengan ulama-ulama besar dunia. Sungguh anugerah yang luar biasa yang Allah ciptakan. Ini adalah titik balik pengharapanku untuk menjadi orang yang jauh lebih berarti buat keluargaku dan orang-orang di sekitarku.
Rasa terima kasih yang tidak pernah bisa berbalas buat teman-temanku semasa kuliah yang meluangkan waktunya menjemput dan mengantarkan untuk berangkat kuliah. Dukungan mental yang luar biasa sebagai jawaban atas kelemahanku. 18 tahun umurku, alhamdulillah, akhirnya kunikmati apa itu makna persahabatan. Persahabatan yang tulus, tanpa berharap kembali, persahabatan yang akan kuingat sampai tua nanti.
Jika boleh jujur, persahabatan itu juga yang menjadi asa dan semangatku yang sebenarnya. Efeknya, aku memahami apa itu menjadi manusia yang utuh, percaya diriku mulai tumbuh. Alhamdulillah nilaiku melonjak drastis. Tulisan-tulisanku mulai dimuat di outlet lokal dan internasional. Berbekal nilai IPK yang hampir sempurna kuselesaikan kuliah sarjana dengan predikat lulusan terbaik dan salah satu yang tercepat di Qatar University.
Aku juga diberi kesempatan menunaikan ibadah umrah. Entahlah, serasa mukjizat yang sulit digambarkan di saat melihat orang tuaku tersenyum haru melihat anaknya mendapatkan penghargaan langsung dari Raja Qatar di hari wisudaku saat itu.
Manchester, 12 September 2014. Allah memberikanku kesempurnaan.
Aku diterima di salah satu universitas yang diidamkan banyak orang, University of Manchester. Pencapaian yang mudah-mudahan menjadi awal baikku untuk mewujudkan cita-cita menjadi guru di tanah kelahiranku. Dari hijaunya Bumi Pertiwi dan panasnya gurun pasir Timur Tengah, hari ini kujejaki dinginnya tanah Britania, bergaul dengan ilmuwan hebat dunia dan bertemu dengan kawan-kawan yang punya cerita perjuangan yang mengesankan.
Kurasakan tangan ini sudah jauh lebih kuat, lidah ini jauh lebih kuat. Syaraf-syaraf itu serasa berfungsi kembali, berfungsi kembali dalam arti yang sesungguhnya–menjadi manusia yang sempurna.
Aku sadar sesadar-sadarnya ternyata Allah tak pernah memberikanku keterbatasan. Semenjak aku dilahirkan, aku diaugerahkan kesempurnaan yang tak terhitung jumlahnya. Kesempurnaan yang kusadari setelah dua dasawarsa raga ini hadir di dunia. Untuk orang tuaku, sahabatku, rasa terima kasihku tak mungkin bisa terbalaskan dengan kata-kata dan harta, hanya doa yang bisa kusampaikan. Semoga Allah juga membalas segalanya dengan kesempurnaan untuk kalian.
Manchester, 11 November 2015. Allah memberikanku kesempurnaan.
Di sebuah taman kecil, di selatan kota Manchester, aku terduduk di sebuah bangku kayu. Cuaca hari ini sedang dingin-dinginnya. Langit biru kembali muncul seusai kabut pekat beranjak. Angin berembus semilir. Musim dingin sudah berada di ujung pintu. Seketika aku teringat saat aku berdiri di depan kelas dimana aku mengutarakan mimpi belajar ke Inggris di hadapan guru dan teman-temanku. Hari ini, impian tersebut terkabul.
Seorang anak yang dulu dilahirkan tanpa tangisan dan penuh keterbatasan, hari ini menamatkan strata pendidikan magister dengan predikat memuaskan dari salah satu universitas bergengsi di dunia. Sungguh, Allah menjawab mimpi-mimpiku dengan cara yang sama sekali tak terduga. Ia tak hanya mengabulkan, tapi juga menambah-nambahnya dengan luar biasa.
Mimpi besar telah mengantarkanku pada pengalaman yang tak terpikirkan sebelumnya. Mendapat pendidikan terbaik dari Timur Tengah, belajar agama dari ulama-ulama dunia, serta diberikan kesempatan untuk berhaji ke rumah-Nya. Dulu semua ini hanyalah mimpi-mimpi yang terparkir di dinding kamarku, juga mimpi-mimpi yang dulu hanya kutulis dalam hati, mimpi yang dulu rasa-rasanya tidak mungkin tercapai untuk seorang anak yang tak mampu untuk menulis dan berbicara dengan jelas, mimpi yang selalu ditertawakan dan diragukan.
Tapi, hari ini kubuktikan tidak ada yang bisa mengalahkan mimpi, semangat, perjuangan, keyakinan hati, dan izin Tuhan. Kehidupan telah mengajarkanku banyak tentang perjuangan, perjuangan yang harusnya juga dilakukan oleh kawan-kawanku di luar sana yang hari ini harus tersisihkan dengan keterbatasan.
Allah (selalu) memberikan kita kesempurnaan.
Yang masih ingin menjadi guru,
muhzulfikar
Tuesday, 23 February 2016
Jubah Kemuliaan untuk Abi dan Ummi
Napoleon Bonaparte pernah mengatakan “The Qur’an wich alone can lead men to happiness.” Hanyalah Al Qur’an satu-satunya kebenaran yang mampu memimpin manusia kepada kebahagiaan.
Kita sebagai umat muslim tentu tahu betapa Al Qur’an sangat hebat, sangat ajaib, dan sangat luar biasa. Al Qur’an sebagai pedoman hidup umat muslim yang Allah berikan melalui manusia pilihan-Nya yaitu Nabi Muhammad SAW. Sebagai mukjizat, tentu Al Qur’an memiliki banyak keistimewaan.
Jika seorang Napoleon Bonaparte yang lahir tidak sebagai muslim saja sangat meyakini betapa Al Qur’an satu-satunya kebenaran, sudah semestinya kita sebagai umat muslim lebih mengagumi dan meyakini dengan kemuliaan Al Qur’an.
Sunday, 21 February 2016
H.A.T.I
Hallo Hati, Selamat Pagi :)
semoga selalu dalam istiqomah dalam dzikirmu pada-Nya
Hari ini, saya ingin sedikit berbincang-bincang padamu.
Kau tahu hati, tentang sebuah kehidupan manusia yang jalannya amat panjang, berliku, terjal, aral melintang, penuh pengorbanan, penuh ujian, dan harus tetap stiqomah dalam keimanan dan ketakwaan.
Friday, 19 February 2016
Saat Perempuan Khawatir
Di saat perempuan begitu khawatir dengan peralatan make-up yang mulai habis. Ada seseorang yang khawatir jika dia lupa menggunakan kaos kaki ketika pergi.Di saat perempuan begitu khawatir akibat menggunakan lipstik yang terlewat merah. Ada seseorang yang khawatir jika dia menggunakan kerudung yang begitu pendek dan tipis, yang begitu menerawang dipandang umum.
Subscribe to:
Posts (Atom)