“Saya ingin hijrah…”
Kira-kira seperti itulah suara yang beberapa waktu ini menggema dalam hati saya. Seakan apa yang saya lakukan hampir semuanya serba salah, dan memang salah. Hidup saya dengan segala aspek di dalamnya berantakan dan cobaan kepada 3 hal utama bagi saya saat ini, datang bertubi-tubi.
Bukannya dari dulu tidak ada keinginan untuk lebih baik, namun hijrah kali ini memiliki makna yang sama sekali berbeda dari sebelumnya. Hijrah kali ini, saya ingin mengubah total apa yang ada pada saya dulu hingga sekarang, dan tak pernah kembali lagi.
Seperti ulat yang berubah menjadi kepompong kemudian menjadi kupu-kupu. Kupu-kupu yang sama tak pernah lagi menjadi ulat sebagaimana ia sebelumnya.
Seperti ulat yang berubah menjadi kepompong kemudian menjadi kupu-kupu. Kupu-kupu yang sama tak pernah lagi menjadi ulat sebagaimana ia sebelumnya.
Darimana keinginan ini berasal? Seperti yang saya katakan sebelumnya, ini bukan keinginan baru, namun ada pencetus baru yang membuat saya ingin seperti itu. Jika dapat dikatakan mungkin memang karena pembicaraan saya dengan dia pada malam itu. Kurang lebih dia berkata:
“Jadi perempuan itu memang harus susah. Susah didapatkan, susah diluluhkan, dan lain-lain. Jangan jadi gampang. Karena laki-laki akan segan meninggalkan apa yang dia dapatkan dengan susah payah”.
“Jadi perempuan itu memang harus susah. Susah didapatkan, susah diluluhkan, dan lain-lain. Jangan jadi gampang. Karena laki-laki akan segan meninggalkan apa yang dia dapatkan dengan susah payah”.
Saya yakini bahwa siapapun yang membaca tulisan ini, sudah sering mendengar atau melihat kalimat di atas; tentang bagaimana seharusnya perempuan. Sayapun begitu dan dengannya saya merasa diingatkan kembali.
Tidak.. bukan berarti saya “mudah”. Namun saya sadari bahwa cinta membutakan dan memiliki kesanggupan untuk mengubah, seperti halnya mahal menjadi murah dan sulit menjadi mudah. Sadar telah menjadi “buruk” namun tidak sanggup berubah, alasannya takut ditinggalkan karena sudah “nyaman” menjadi sosok yang sekarang. Konyol? Bagaimanapun begitulah alasannya.
Kita tinggalkan dulu masalah ini, karena alasan berhijrah tidak melulu tentang cinta. Seperti telah saya katakan (lagi) bahwa kata-kata di atas adalah pencetus. Ibarat sebuah perang, ia adalah provokator.
Saya memiliki banyak media sosial yang seringnya dari sana saya belajar dan menyerap ilmu baru. Terlebih mengenai bagaimana menjadi “sosok muslimah yang baik”. Wanita dapat memilih dua hal dalam hidupnya: menjadi sebesar-besarnya fitnah atau menjadi perhiasan dunia.
Sedikit demi sedikit dengan tertatih dan cobaan yang begitu berat (note: memang lebay tapi begitulah adanya :p) saya mulai menghapus foto-foto selfie yang bertebaran di beberapa akun media sosial saya. Walau terkadang saya mengunduh beberapa selfie baru yang tak lama kemudian saya hapus jika merasa itu “berlebihan”. Beberapa foto yang saya anggap spesial, saya biarkan.
Sedikit demi sedikit dengan tertatih dan cobaan yang begitu berat (note: memang lebay tapi begitulah adanya :p) saya mulai menghapus foto-foto selfie yang bertebaran di beberapa akun media sosial saya. Walau terkadang saya mengunduh beberapa selfie baru yang tak lama kemudian saya hapus jika merasa itu “berlebihan”. Beberapa foto yang saya anggap spesial, saya biarkan.
Namun kebiasaan mengunduh foto selfie-yang-tidak-sepenuhnya-selfie tersebut kembali lagi tanpa saya sadari. Yang saya fikirkan setelahnya adalah, “Ah gapapa yang penting gak sepenuhnya nunjukin muka saya, toh saya rame-rame, dan yang penting kan akhlaknya. Belum tentu yang rajin majang foto selfie itu akhlak dan ibadahnya gak lebih baik daripada yang gak majang selfie. Selfie atau tidak selfie, tidak ada korelasinya dengan perilaku dan ibadah”.
Benarkan? Hayoooooo ngaku aja deh pasti banyak yang setuju dengan kalimat di atas. Hahahahaha yaiyalah tidak ada korelasinya, wong tidak memajang selfie itu niatnya untuk menjaga diri agar tidak menjadi fitnah ataupun santapan lelaki hidung belang yang dengan nikmatnya memandangi wajah perempuan :D
Dan jujur saja, terbesit rasa yang begitu cemburu ketika saya melihat dia memberi tanda suka di foto-foto selfie, walaupun itu adalah foto teman-temannya. “Ya, namanya juga lelaki jadi wajar menyukai foto selfie perempuan, itu tandanya dia normal”, begitu fikiran waras saya membela, memaklumi, menganggap wajar. Karena memang wajar. Namun tidak salah pula jika hati kecil saya berkata, walau dengan sangat pelan, ”Apakah kamu mau punya suami begitu? Pendamping hidup yang begitu?”.
Kedua hal tersebut benar-benar berkecamuk dalam diri saya hingga sepekan lalu. Allah yang Maha Tahu tentang kegusaran saya, Allah yang Maha Tahu tentang niat saya, dan Allah yang Maha Tahu tentang apapun dalam kepala dan hati (kecil) saya. Sebuah tulisan yang menjadi jawaban maupun pencetus niat hijrah saya yang kedua:
SEMUA HANYA SIA-SIAOles lipstik di bibir, biar meronaBlending eyeshadow di mata, biar berwarnaPasang maskara tambah bulu mata, biar cetar membahanaTaptap bedak di muka, biar makin sempurnaLukis alis shincan, biar kekinian yaGak lupa, milah baju yang matching dan nghits biar gayaBerjilbab tetep kayak hijabers ala ala, yang penting nutup kepalaSetelah berjam-jam lamanya, akhirnya “siap” buat keluar rumahnyaKarena katanya, dunia itu panggung catwalk sesungguhnyaYaelah.. mau aja dibodoh-bodohin sama orang kafir pemuja duniaKatanya sih biar menarik perhatian lelakiEh eh gak lupa buat selfie biar banyak yang mujiCantik sekaliii ukhtiii…Lalu, apa semuanya bakal kamu pacari? Atau semuanya bakal kamu nikahi?Enggak mungkin kali~~Lha terus buat apa nyusahin diri?Dandan heboh buat bahagiain mata banyak lelakiToh cuma 1 laki aja yang bakal dinikahiLagian, emang yakin laki-laki bakal peduli? Atau buat dapetin jodoh kali?Emang kayak apa jodoh yang kamu cari? Yang baik hati, rajin solat tiap hari, ilmu agama tinggi?Lah mimpi? :(Laki-laki yang baik agamanya, pasti mengerti bagaimana hukumnya tabarruj bagi akhwatiy.. pastilah dia gak sudi punya istri gemar dandan buat banyak lelaki, bukannya hanya dipersembahkan untuk suamiYah, paling cuma lelaki hidung belang pemuja fisik yang bakal menghampiriAh, gabisa diandaliKalaupun laki-laki itu mau menikahi, belum lama kamu yang dipuja puji, eh udah berani lirik sana siniYa wajar, diluar sana banyak yang lebih cantik lagiKalau udah gini, kamu mau dandan bagaimana lagi demi mempertahankan si dia di sisi? Operasi plastik ga mungkin kaliiii.. dosanya nambah lagi nantiCape yaaaaa? hihiDandan begitu beginiUang habis beli make-up berjeti-jetiCantiknya gak hakiki, muka rusak kena bahan kimiawi, laki-laki baik gak menghampiri, lelaki idung belang ujungnya menyakiti hobi lirik sana sini, padahal kamu udah dandan habis-habisan ini, ah miris sekali~~Jadi, gimana dong ini? Apa yang sejatinya kamu dapati? Pahala? Mimpi~Nah kalau dosa udah jelas menantiLha larangan Allah ditabrak semaunya sendiriGa peduli azab yang bakal diterima nantiTunggu apa lagi? Yuk benahi diri.Simpan kecantikan untuk nanti untuk seseorang yang berhak menikmati ..Sang suami :)-Rika Rifatunisa-
Dan sekarang.. saya ingin menantikan satu jawaban lagi yang mungkin menjadi pembuktian terakhir atas beberapa tanya lain di benak saya.
.
.
h.f. autumnintokyo
No comments:
Post a Comment