Blogroll

Wednesday, 22 March 2017

“Penebus Surga”


Kita semua hidup atas dasar keyakinan yang satu, kita adalah hamba Allah, Allah adalah satu - satunya tuhan, sehingga sudah memang seharusnya setiap apa yang kita miliki dimaksimalkan untukNya. Setiap apa yang kita lakukan, entah kebaikan atau keburukan, semua akan tercatat sebagai penentu kehidupan setelah ini. Sebagai penenti nasib kelak atas diri ini.
Tentu sebagai seorang muslim, kita sangat ingin tempat kembali kita nanti adalah sebaik - baiknya tempat kembali, tempat yang tiada pernah ada duanya, tempat yang belum pernah dilihat oleh mata, didengar oleh telinga, dan tak akan pernah bisa terbayangkan akal manusiawi
Hari ini kita sama - sama memandang dunia penuh dengan kenikmatan, penuh dengan senyuman anugerah. Tak ada yang kurang sama sekali, semua lebih dari cukup, bernapas lega, mau kemanapun hati sesuka
Ya, itulah kondisi kita saat ini, aman damai tentram, tanpa usikan fisik penjajahan
Pernahkah berpikir utk bahkan sekedar merasa kita adalah seorang palestina? Yang bahkan untuk memenuhi hajat kesehariannya perlu waspada terhadap gelontaran bom dimana - mana? Kekhawatiran akan peluru tak terduga dimana - mana?
Kawan, kita sama - sama muslim, pun juga kita sama - sama mengharap surganya Allah
Atas harapan yang sama, mengapa tebusannya berbeda?
Mereka menebus surga dengan harta, hingga sampai tak tersisa?
Mereka menebus surga dengan keluarga, hingga mengantarkan anak - anak mereka sebelum berangkat lalu pulang hanya tinggal nama?
Sampai sebuah ketika, mereka menebus surgaNya dengan nyawanya sendiri, terlukis dengan telunjuk yang terangkat, serta ulasan senyum yang memikat
Sebuah akhir yang nikmat, teramat nikmat, sebuah kepastian akan kembaliny ke tempat ternikmat
Lalu apa yang telah kita lakukan? Apa yang telah kita persembahkan? Apa yang telah kita persiapkan untuk tebusan surga kita?
Surga yang kita harapkan bukankah sama? Surga yang kita dambakan bukankah tak berbeda?
Atas harapan yang sama, mengapa tebusannya berbeda?
Sesekali kita berkacalah
Seringkali kita melakukan sebuah amalan, yang tak ada apa2 besarnya, ujubnya selangit
Seringkali kita berzakat berinfaq, yang nominalnya sungguh tak seberapa, riyanya selangit
Selalu merasa bahwa setiap kebaikan, terjadi atas kontribusi kita, pasti atas kerja keras kita
Kawan, kita sama - menyadari detik ini, Surga Allah Tak Murah. Jika saudara - saudara kita menebusnya dengan syahidnya, dengan mnginfakkan seluruh hartanya, dengan hafidz qurannya, dengan hapalan segudang kitab haditsnya, dengan kerutinan puasa daudnya, dengan keistiqamahan shalat malamnya, dengan ketekunannya menjaga sunnah nabiNya
Sebuah pertanyaan yang sangat mendasar :
Apa tebusan kita kelak?
Ketahuilah surga Allah tidaklah murah, surga Allah bukanlah barang sisa tak terpentingkan
Setiap yang terbaik, harus dijemput dengan usaha terbaik, dibayar dengan harga terbaik
Jika hari ini, masih hanya menyisakan keringat - keringat terakhir untuk menjemputnya
Jika hari ini, masih menyisakan uang - uang terakhir yang diinfakkan untuk menebusnya
Jika hari ini, amalan ibadah kita hanyalah sebatas formalitas, yang bahkan seringkali luput dari keteguhan kita mempertahankannya
Maka sudah pantaskah diri ini mendapatkan surga?
Tebusan yang kita persiapkan, ternyata hanyalah sisa - sisa kemampuan kita, sisa - sisa kelelahan mengayomi dunia sementara
Dan atas semua segala penebusan itu, sudahkah kita berjuang? Atau kah hanya merasa sudah berjuang?
“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berjihad di jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Dan sungguh Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Qur'an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.”
(QS. Al-Taubah: 111)

No comments:

Post a Comment