Blogroll

Monday, 6 July 2015

Ramadhan #15 dan #16 : Lelaki dan Masjid


Tulisan kali ini adalah rangkuman tulisan perenungan dua hari perjalanan.
Saya seringkali bertemu dengan tulisan yang menyuruh-nyuruh lelaki untuk shalat di Masjid. Kalau tidak di Masjid, disebut sebagai lelaki solehah. Kalau tidak di Masjid, disebut tidak keren. Saya merenungkan seluruh nasihat yang baik itu berhari-hari demi menemukan sebuah titik sudut pandang terbaik untuk memahami sebuah proses yang sama sekali tidak sederhana. Saya menulis bukan untuk membuat sebuah pembelaan, tapi menghadirkan sebuah sudut pandang yang lain untuk menjadi jembatan saling memahami antara laki-laki dan perempuan.
Setiap hamba (dalam hal ini manusia) sedang menjalani sebuah proses yang sama sekali tidak sederhana. Kita tidak mampu melihat proses hidup orang lain, karena yang mampu kita lihat hanya sebatas jangkauan mata. Kita tidak bisa melihat proses hijrah seseorang, karena barangkali kita hanya baru mengenalnya dalam sedikit waktu.
Saya sebagai laki-laki pun merasakan hal demikian. Bahwa shalat di Masjid adalah sebuah hal yang berat. Dan saya mengakui bahwa untuk menanamaan itu menjadi sebuah kebiasaan bahkan menjadi kebutuhan benar-benar memerlukan usaha yang luar biasa. Jauh lebih luar biasa daripada perjalanan mendaki gunung. Mungkin, ini sama beratnya dengan perempuan yang sedang belajar memakai pakaian yang semakin menutup aurat.
Sebenarnya tugas kita ini amatlah sederhana. Yaitu saling mendukung dan mengingatkan, menyemangati satu sama lain untuk berproses ke arah yang lebih baik. Sayangnya, banyak sekali media propaganda yang justru membuat kita menjadi antipati untuk belajar. Atau menjadikan seseorang memiliki niat yang salah dalam melakukan ibadahnya.
Ini mirip dengan para pemuda yang hendak belajar tentang pernikahan, tapi justru mendapat olokan dari teman-teman sebayanya karena dianggap galau. Akhirnya, pemuda itu berhenti belajar karena malu. (Meski) kita memahami bahwa penilaian manusia ini tidak apa-apanya dibandingkan dengan penilaian Allah. Tidak semua manusia tahan terhadap ujian seperti itu. Tugas kita akan menjaga perasaannya dan mendukung, bukan sebaliknya.
Kembali ke topik laki-laki dan masjid. Adalah sebuah perjuangan besar untuk membuat laki-laki terikat hatinya dengan masjid. Saya merasakan dalam perjalanan 14 hari sepanjang ramadhan ini, saya merasakan Allah menolong saya untuk beribadah. Saya seringkali lupa untuk berdoa minta pertolongan kepada Allah agar saya dikuatkan dalam beribadah agar diiberikan kesempatan untuk melakukan ibadah yang lebih baik. Hasilnya, setengah ramadhan ini adalah hal yang luar biasa bagi saya. Karena memang benar-benar di luar kebiasaan.
Saya tidak berniat shalat di Masjid karena masih dalam perjalanan, tapi Allah mengatur dan mengkondisikan situasi dan kondisi saya waktu itu untuk bisa shalat di Masjid dan itu terjadi berkali-kali. Hasilnya, saya bisa shalat di masjid sepanjang waktu ketika dalam perjalanan.
Mungkin kita pernah merasa demikian, kita tidak berniat melakukan sebuah ibadah tapi Allah mengkondisikan situasi disekitar kita untuk membuat kita melakukan ibadah tersebut? Apapun bentuknya, entah itu sedekah, pergi ke pengajian, shalat berjamaah, dan lain-lain. Allah sedang menolong kita saat itu untuk melaksanakan ibadah dalam kondisi terbaik, bahkan saat kita tidak sedang berniat untuk seperti itu.
Lelaki dan masjid adalah hal yang luar biasa. Pun bagi saya sendiri, saya sebagai laki-laki pun sedang belajar untuk ke sana. 
Saya belajar memahami bagaimana proses masing-masing orang dan saya juga belajar untuk tidak menghakimi perjalanan yang sedang ditempuh oleh orang lain. Karena saya percaya bahwa setiap orang sedang berusaha keras untuk menjadi orang baik. Karena barangkali, laki-laki yang saat ini sedang banyak tidurnya tahun depan adalah laki-laki yang paling banyak terjaga di malam hari untuk bersujud. Saya selalu berupaya untuk berpikir positif terhadap orang lain, mendoakan mereka dan mendukung upayanya. Saya merasa tidak bisa sendirian berjalan ke arah itu, untuk itu dukungan dan doa adalah hal terbaik yang saya ingin dapatkan dari orang lain. Semoga dalam waktu dekat saya bisa mencapai titik tujuan itu.
Laki-laki dan perempuan, dalam hal hijrah ini memiliki poin-poin yang berbeda untuk diperbaiki. Mari saling mendukung, bukan saling meledek. Mari saling mendoakan, bukan saling menghakimi.
Sebuah pesan sederhana untuk para perempuan, bila nanti kalian memiliki laki-laki yang shalatnya tepat waktu dan rajin ke masjid. Bersyukurlah karena itu adalah laki-laki yang langka. Sungguh sangat langka. Sebagai laki-laki pun saya sangat iri dengan yang demikian. Kadang bertanya bagaimana caranya untuk menjadi seperti itu.
Pemahaman saya benar-benar melemparkan saya pada hakikat sebuah proses. Setiap proses memerlukan waktu. Dan saya memang harus bersabar menjalani proses ini dengan baik. Semoga suatu hari bisa sampai dengan kondisi terbaik, dimana ibadah bukan untuk keren-kerenan, bukan untuk tampil kelihatan baik, tapi benar-benar sebagai sebuah manifestasi rasa syukur yang terbaik kepada Allah yang Maha Kuasa.
ditulis di Bandung dan Kutoarjo, 2 dan 3 Juli 2015 | ©kurniawangunadi

No comments:

Post a Comment