“Saya tdak bisa hidup tanpa kamu.
Saya bisa mati kalau kamu pergi. Saya tdak tahu untuk apa hidup di dunia kalau
kamu meninggalkan saya..”
Kita pasti akan terbang melayang-layang ke
langit apabila seseorang mengirim text sms begitu kepada kita. Terasa diri
begitu dipuja dan dihargai sehinggakan menjadi sebegitu penting dalam kehidupan
seseorang.
Kita pasti tersipu – sipu malu dan merah
padam muka karena sangat terharu, lalu mengatakan “kamu, janganla begitu..”
Kita
memang tidak layak meletakkan cinta kepada manusia secara berlebihan. Apa lagi
mereka yang baru mengenal cinta seperti remaja dalam melabuhkan cinta.
Sebenarnya orang yang kita cintai itu biasa –
biasa saja, tetapi kita
memandangnya luar biasa karena selalu mendengar lirik – lirik
lagu, syair pujangga dan film cinta, yang membuatkan kita terikut – ikut.
Itulah cinta monyet.
Ok, coba kita tanya pada diri sendiri, adakah
kita sanggup ikut mati jika kekasih kita mati? kita sanggup mati karena cinta
kepada yang belum pasti menjadi isteri atau suami kita?
Harus kita ingat, sekarang adalah zaman serba
pantas, cinta boleh didapatkan dalam hitungan menit. Hari ini kita putus, esok
mungkin seseorang yang baru hadir dalam hidup kita.
Terjerat oleh cinta
Kita tidak perlu rasa terjerat oleh perasaan
cinta. Apalagi lagi orang yang kita sukai dan cintai itu masih belum lagi
menjadi isteri atau suami kita. Justru, kenapa kita menjadi sangat obses
kepadanya?
Adakah kita merasakan kita memiliki dia
secara keseluruhannya? dan kita juga merasakan diri kita miliknya sehingga
tiada sesiapun pun yang boleh mengambil kita, even ibubapa kita sendiri. Kau
adalah milikku, dan aku adalah milikmu.
Parah bukan?
Lepaskanlah diri dari jerat cinta. Kita bebas
untuk menentukan apa saja dalam hidup kita dan apa yang ingin kita lakukan.
Kenapa kita perlu rasa seperti itu?
Adilkah jika kita tidak dapat mengadakan
study group dengan temen-temen karena tidak disukai oleh teman lelaki? Kita
disayangi oleh kekasih, sehingga semua orang yang dekat harus kita jauhi?
Sungguh menyakitkan.
Cinta tidak wajar menyekat hak – hak kita
sebagai seorang yang bebas. Bebas dalam memberi pandangan, berperilaku positif
dan bebas menentukan diri sendiri.
Tapi kenapa apabila kita menyatakan perasaan
cinta kepada seseorang dan kemudiannya orang itulah akan menentukan jalan hidup
kita. Menentukan halal tujuan kita, apa yang boleh kita buat dan tdak boleh kita
buat.
Lebih parah lagi apabila seseorang yang kita
anggap kekasih hati itu dengan jayanya telah berjaya meyakinkan kita, dan
menggantikan tempat ayah kita yang selama ini berhak mengatur hidup kita.
Menggantikan tempat keluarga yang selama ini melindungi kita.
Aneh bukan?
Kita ada ayah yang perlu diutamakan. Kita ada
keluarga yang harus dijaga kehormatan. Kekasih kita bukan siapa siapa, tetapi
hanya memberikan kita masalah dan membuatkan kita bermasalah.
Kita ingin putus, tetapi tak berani putus.
Kita ingin sudahi cinta monyet ini tapi terdaya melakukannya. Kita ingin
menjadi diri kita sendiri tetapi selalu merasa tidak sampai hati.
Kita ingin menjadi hamba Allah yang soleh dan
solehan, tetapi ingatan terhadap kekasih selalu menghambat fikiran
kita.
Persoalannya, sampai bila kita akan begini?
Cinta menyapa tidak memberikan berkat bagi
hidup kita. Sebaliknya, hidup kita akan menjadi serba tidak teratur,
serba tidak kena. Begitu salah dan begini pun salah.
Hidup bagaikan burung di dalam sangkar,
nampak enak dan nyaman, tetapi sedih dan menggelisahkan. Apakah kita boleh
terlepas dari jeratan itu?
Tidak. Karena kita tidak sampai hati
melakukannya.
Ketika
cinta menyapamu, janganlah silau dengan indahnya dia, tetapi lihatlah apakah
cinta itu akan membuatmu semakin dekat kepada Allah atau tidak..
note :
1. Buku “Karena
cinta harus memilih” ( Burhan Sodiq )
No comments:
Post a Comment