Blogroll

Saturday, 27 December 2014

BUNGKUS dan ISI


Hidup akan sangat melelahkan, sia-sia dan menjemukan bila pikiran hanya digunakan untuk mencari dan mengurus BUNGKUS-nya saja serta
mengabaikan dan mengacuhkan ISI-nya.
Apa itu “BUNGKUS”-nya dan apa itu “ISI”-nya?.
"Rumah yang indah" hanya bungkusnya..
“Keluarga bahagia” itu isinya…
"Pesta pernikahan" hanya bungkusnya..
“Sakinah, mawadah, warahmah” itu isinya…
"Ranjang mewah" hanya bungkusnya..
“Tidur nyenyak” itu isinya…
"Kekayaan" itu hanya bungkusnya..
“Hati yang bahagia” itu isinya…
"Makan enak" hanya bungkusnya..
“Gizi, energi, dan sehat” itu isinya…
"Kecantikan dan Ketampanan" hanya bungkusnya..
“Kepribadian dan hati” itu isinya…
"Bicara" itu hanya bungkusnya..
“Amal nyata” itu isinya…
"Buku" hanya bungkusnya..
“Pengetahuan” itu isinya…
"Jabatan" hanya bungkusnya..
“Pengabdian dan pelayanan” itu isinya..
"Kharisma" hanya bungkusnya..
“Ahlaqul karimah” itu isinya…
"Hidup di dunia" itu bungkusnya..
“Hidup sesudah mati” itu isinya…
Utamakanlah ISI-nya..
Namun rawatlah BUNGKUS-nya…
Jangan memandang rendah & hina setiap BUNGKUS yang kita terima, karena berkah tak selalu datang dari BUNGKUS kain sutera melainkan juga datang dari BUNGKUS koran bekas..
Janganlah setengah mati mengejar apa yang tak bisa kita bawa mati..
Ust. Dr. Amir Faishol


Wednesday, 17 December 2014

Akan Segera Tiba


Akan segera tiba hari-hari dimana seseorang dengan keimanannya dapat melembutkan hatiku. Seseorang yang dengan keteguhannya meruntuhkan tembok keegoisanku. Seorang lelaki yang ketulusnya tak dapat ku ingkari. Dimana dihari seterusnya, kekurangan dari masing-masing kami yang membuat selalu rindu. Kekurangannya indah dimataku, begitu pula yang ada padaku.
Seseorang yang aku butuhkan bukan hanya aku inginkan. Lelaki yang menbuatku jatuh cinta berkali-kali. Akulah tempatnya berkeluh kesah, berbagi air mata, tawa dan pelukan. Tidak ada yang lain.
Aku lah satu-satunya perempuan yang namanya ia sebut dalam ijab qobul sekali seumur hidupnya.
Dengannya aku merasa aman dimanapun. Sedingin apapun, aku selalu merasa hangat dalam dekapnya.
Dibalik punggungnya nanti aku beribadah dan berdoa, dan diwaktu yang sama aku menjadi bagian dalam doa-doanya. Tangannyalah yang aku kecup setelah mengamini doa kami. Dan hanya keningku yang ia kecup.
Akulah nanti yang menjadi alasannya pulang, alasannya untuk tidak sering lembur, dan aku yang selalu ia ingat sekencang apapun godaannya diluar sana.
Dari rahimku nanti, akan lahir anak-anak sholeh dan lucu kami. Aku yang menjaga ketika ia sibuk bekerja, sedang ia yang akan mengajarkan anak kami untuk sholat dan mengaji.
Via tanpapena

Ayah dan Sebuah Rindu

Ayah, jika aku rindu padamu
bagaimana cara mengungkapkannya?
Sementara selama ini kita selalu berdiam diri jarang bertegur sapa
Tidak pernah menanyakan kabar,
Ayah, jika aku jatuh cinta
Bagaimana caranya aku belajar tentang wanita kepadamu
Sementara selama ini kau selalu diam saja tidak pernah bercerita
Aku ingin bertanya bagaimana menyampaikan setangkai bunga, bertanya tentang bagaimana mengetuk pintu rumahnya.
Bertanya tentang apa kata pertama yang harus aku ucapkan ketika bertegur sapa.
Ayah, jika aku lupa hari ulang tahunmu
Tidak pernah ada pengingat apapun karena aku tidak pernah tahu,
Bila aku harus pergi, akan adakah pelukan hangat itu? Pelukan yang aku cari-cari lagi setelah pelukan terakhirku ketika aku masih bayi.
Saat aku tidak pernah mengerti bahwa sikap itu berubah seiring hari. Apa karena kita sama-sama laki-laki? Enggan menunjukkan perasaannya. Enggan mengakui kerinduannya.


Via MasGun

“Sebenarnya Di Mana Sepi Itu Berada?”

Ketika semua telinga tak lagi mau mendengarmu, kau masih punya Tuhan yang bahkan tahu apa yang disembunyikan hatimu. Ketika semua mata mulai enggan melihatmu, kau masih punya Tuhan yang takkan lalai mengamatimu. Ketika kau terkurung dalam gelap, kau masih punya Tuhan yang Maha Bercahaya.

Lalu, apa yang kita takutkan dari sepi bila benar Tuhan itu masih hidup dalam hati. Atau sebenarnya kita sedang lupa DIA hingga kita kira sepi benar nyata?

Tuesday, 16 December 2014

[Memaafkan] Belajar Belajar Dan Belajar



Memaafkan memang bukan hal yang mudah, terlebih bila yang melukai tak menyadari salahnya (seakan dia tiada berbuat apa-apa tentang luka hati yang kian menganga).
Susah, susah, susah, begitu yang selalu kau keluhkan bila sakit itu kembali mendera. Angan tentangnya, harapan-harapan akan dirinya yang masih betah berlindung di balik tipu senyuman, semakin hari, semakin menggerogoti kenyamanan hidupmu.
Andai setiap orang piawai memaafkan, andai setiap insan mau selalu melapangkan hati, andai semua orang benar-benar percaya, bahwa tiada yang lebih luka dari lupa tujuan hidup yang sebenarnya. Bila begitu, barangkali tiada lagi yang merana bertahun-tahun meratapi luka yang sama. 

Hati ini manusiawi, otak ini manusiawi, raga ini manusiawi, dan begitulah terus mencari pembenaran untuk setiap tindakan yang tak semestinya. Ah, andai kita selalu benar-benar memeluk-Nya bila luka itu kembali menghantam. Andai kita bergegas melepas sesal dan kembali percaya hanya kepada-Nya, niscaya tiada lagi yang menghabiskan waktu terlalu lama untuk hal-hal yang tidak perlu.
Tentunya, luka hati susah sembuhnya, karena kemampuan memaafkan kita masih teramat rendah.
Susah, itu susah, aku sudah berkali mencobanya.
Coba lagi, pelan-pelan, kembalilah pada yang sebenar-benarnya benar. Tidak ada yang lebih sederhana dari pada terus menyandarkan hati pada-Nya, tapi kita justru lebih sering mencari ke mana-mana. Padahal DIA tiada sedikit pun lalai menunggu kembalinya kita.
Aku tak bisa, sulit, sangat sulit, oh, bukankah ini manusiawi? Begitu kembali desahnya menggema pada pekat gulita. Ia kembali tersungkur, terkubur semakin dalam pada sulitnya memaafkan.
Tidak ada yang lain selain terus mengupayakan. Belajar, belajar dan terus belajar, begitulah kiranya hingga hati kita piawai mendermakan maaf.
belajarlah untuk tidak mengulangi kesalahan itu kembali.
tuhan masih bersamamu.

Susah, susah, susah, begitu kembali gerutunya pada nestapa, dan sampai ajal tiba, luka itu akan tetap menganga. Selamat menikmatinya. :)

Monday, 8 December 2014

Tepat Tak Berarti Sempurna.


Aku sempat berfikir panjang saat pikiran ku mencoba memahami isi sebuah cerita tentang seorang perempuan yang menginginkan belahan jiwanya seseorang yang bisa menghargainya, menerimanya, dan serba sempurna. Sahabatnya kemudian mengingatkan, mana mungkin ada seseorang yang sesempurna itu?
Mengerti akan kesempurnaan itu hanya milik Allah, diamku terus berfikir, mencoba merangkaikan pemahaman. Sempurnanya Allah, kita harus selalu ingat sewaktu kita melakukan dosa, DIA tetap menerima kita jika kita bertaubat. Ketika kita melakukan kebaikan sekecil apapun, DIA jugalah yang akan menghargainya dan diberikanNYA kepada kita pahala yang setimpal. Dan Maha Sempurnanya Allah bisa terlihat dari segala macam hal, andai saja kita mau ‘melihat’, dan ‘memahami’ setiap darinya.
Lalu, aku pun menyimpulkan bahwa kita tak perlu mencari seseorang yang sempurna. Tapi, carilah orang yang tepat. Tepat berarti orang yang akan melengkapkan kita, dan kita juga akan melengkapkan dirinya. Intinya di sini adalah saling melengkapi. Setiap daripada kita memiliki kekurangan. Namun, selama kita mau terus memperbaiki diri kita masing-masing, itu sudah cukup memadai kan?
Tak terlupakan analogi penting ini; seperti bata-bata yang tidak semua bagus bentuk dan rupanya, namun jika disusun akan menjadi sebuah rumah yang cantik. Itu contoh saling melengkapkan antara satu sama lain.
Seperti kopi tanpa gula, pasti tak lengkap ya?
Menjadi yang tepat. Dan saling melengkapkan. Bisakah kita?
Written by : Sabrina Gazali 

Rizki dan Ikhtiar


Mungkin kamu tak tahu di mana rizqimu.
Tapi rizqimu tahu di mana kamu berada. Dari langit, laut, gunung atau lembah?; Rabb-mu Yang akan memerintahkan rizqimu untuk menghampirimu dan tak akan pernah keliru…
Allah berjanji utk menjamin rizqimu. Maka melalaikan ketaatan dengan bermaksiat padaNya, karena khawatirkan apa yang sudah dijaminNya adalah kekeliruan berganda.
Maka jangan mengkhawatiri rizqi yang sudah pasti; tapi siapkan jawaban “Dari Mana & Untuk Apa?” atas tiap karunia.

Betapa banyak orang bercita menggenggam dunia; dia alpa bahwa hakikat rizqi bukanlah yang tertulis dalam angka; tapi apa yang dinikmatinya.

Betapa banyak orang bekerja membanting tulangnya, memeras keringatnya; demi angka simpanan gaji yang mungkin esok pagi ditinggalkannya mati.

Maka amat keliru jika bekerja dimaknai mentawakkalkan rizqi pada perbuatan kita. Bekerja itu bagian dari ibadah. Sedang rizqi itu urusanNya.

Kita bekerja tuk bersyukur, menegakkan taat dan berbagi manfaat. Tapi rizqi tak selalu terletak di pekerjaan kita; Allah taruh sekehendakNya.

Bukankah Hajar berlari 7x bolak-balik dari Shafa ke Marwah; tapi Zam-zam justru terbit di kaki bayinya? Ikhtiar itu laku perbuatan. Rizqi itu kejutan.

Ia kejutan tuk disyukuri hamba bertaqwa; datang dari arah tak terduga. Tugasnya cuma menempuh jalan halal; Allah lah yang melimpahkan bekal.
Sekali lagi; yang terpenting di tiap kali kita meminta dan Allah memberi karunia; jaga sikap saat menjemputnya dan jawab soalanNya, “Buat apa?”

Betapa banyak yang merasa memiliki manisnya dunia; lupa bahwa semua hanya “hak pakai” yang halalnya akan dihisab dan haramnya akan di’adzab.

Banyak yang mencampakkan keikhlasan ‘amal demi tambahan harta, plus dibumbui kata tuk bantu sesama ; lupa bahwa ‘ibadah’ apapun semata atas pertolonganNya.

Dengan itu kita mohon agar setiap tetes keringat dan jengkal langkah kita tercatat ikhlas kepadaNya sebagai tanda bakti dan ibadah hanya untuk Allah semata…
Ust. Agung Cahyadi

Igauan Sang Ayah


Terkisah, suatu hari di malam lebaran, sang ayah dibawa ke rumah sakit karena menderita sesak nafas. Malam itu, sang anak yang kerja di luar kota dan baru saja sampai bersikeras menjaga sang ayah di kamar sendirian. Beliau duduk di bangku sebelah ranjang. Tengah malam, beliau dikejutkan dengan pertanyaan sang ayah,
"Apa kabar, pak Rahman? Mengapa beliau tidak mengunjungi saya yang sedang sakit?" tanya sang ayah dalam igauannya.
Sang anak menjawab, “Pak Rahman sakit juga, Ayah. Beliau tidak mampu bangun dari tidurnya.” Dia mengenal Pak Rahman sebagai salah seorang jamaah tetap di masjid.
"Oh…lalu, kamu siapa? Anak Pak Rahman, ya?" tanya ayahnya kembali.
"Bukan, Ayah. Ini saya, Zaid, anak ayah ke tiga."
"Ah, mana mungkin engkau Zaid? Zaid itu sibuk! Saya bayar pun, dia tidak mungkin mau menunggu saya di sini. Dalam pikirannya, kehadirannya cukup digantikan dengan uang," ucap sang ayah masih dalam keadaan setengah sadar.
Sang anak tidak dapat berkata apa-apa lagi. Air mata menetes dan emosinya terguncang. Zaid sejatinya adalah seorang anak yang begitu peduli dengan orangtua. Sayangnya, beliau kerja di luar kota. Jadi, bila dalam keadaan sakit yang tidak begitu berat, biasanya dia menunda kepulangan dan memilih membantu dengan mengirimkan dana saja kepada ibunya. Paling yang bisa dilakukan adalah menelepon ibu dan ayah serta menanyakan kabarnya. Tidak pernah disangka, keputusannya itu menimbulkan bekas dalam hati sang ayah.
Kali yang lain, sang ayah di tengah malam batuk-batuk hebat. Sang anak berusaha membantu sang ayah dengan mengoleskan minyak angin di dadanya sembari memijit lembut. Namun, dengan segera, tangan sang anak ditepis.
"Ini bukan tangan istriku. Mana istriku?" tanya sang ayah.
"Ini kami, Yah. Anakmu." jawab anak-anak.
"Tangan kalian kasar dan keras. Pindahkan tangan kalian! Mana ibu kalian? Biarkan ibu berada di sampingku. Kalian selesaikan saja kesibukan kalian seperti yang lalu-lalu."
Dua bulan yang lalu, sebelum ayah jatuh sakit, tidak pernah sekalipun ayah mengeluh dan berkata seperti itu. Bila sang anak ditanyakan kapan pulang dan sang anak berkata sibuk dengan pekerjaannya, sang ayah hanya menjawab dengan jawaban yang sama.
"Pulanglah kapan engkau tidak sibuk."
Lalu, beliau melakukan aktivitas seperti biasa lagi. Bekerja, shalat berjamaah, pergi ke pasar, bersepeda. Sendiri. Benar-benar sendiri. Mungkin beliau kesepian, puluhan tahun lamanya. Namun, beliau tidak mau mengakuinya di depan anak-anaknya.
Mungkin beliau butuh hiburan dan canda tawa yang akrab selayak dulu, namun sang anak mulai tumbuh dewasa dan sibuk dengan keluarganya.
Mungkin beliau ingin menggenggam tangan seorang bocah kecil yang dipangkunya dulu, 50-60 tahun lalu sembari dibawa kepasar untuk sekadar dibelikan kerupuk dan kembali pulang dengan senyum lebar karena hadiah kerupuk tersebut. Namun, bocah itu sekarang telah menjelma menjadi seorang pengusaha, guru, karyawan perusahaan; yang seolah tidak pernah merasa senang bila diajak oleh beliau ke pasar selayak dulu. Bocah-bocah yang sering berkata, “Saya sibuk…saya sibuk. Anak saya begini, istri saya begini, pekerjaan saya begini.” Lalu berharap sang ayah berkata, “Baiklah, ayah mengerti.”
Kemarin siang, saya sempat meneteskan air mata ketika mendengar penuturan dari sang anak. Karena mungkin saya seperti sang anak tersebut; merasa sudah memberi perhatian lebih, sudah menjadi anak yang berbakti, membanggakan orangtua, namun siapa yang menyangka semua rasa itu ternyata tidak sesuai dengan prasangka orangtua kita yang paling jujur.
Maka sudah seharusnya, kita, ya kita ini, yang sudah menikah, berkeluarga, memiliki anak, mampu melihat ayah dan ibu kita bukan sebagai sosok yang hanya butuh dibantu dengan sejumlah uang. Karena bila itu yang kita pikirkan, apa beda ayah dan ibu kita dengan karyawan perusahaan?
Bukan juga sebagai sosok yang hanya butuh diberikan baju baru dan dikunjungi setahun dua kali, karena bila itu yang kita pikirkan, apa bedanya ayah dan ibu kita dengan panitia shalat Idul Fitri dan Idul ‘Adha yang kita temui setahun dua kali?
Wahai yang arif, yang budiman, yang penyayang dan begitu lembut hatinya dengan cinta kepada anak-anak dan keluarga, lihat dan pandangilah ibu dan ayahmu di hari tua. Pandangi mereka dengan pandangan kanak-kanak kita. Buang jabatan dan gelar serta pekerjaan kita. Orangtua tidak mencintai kita karena itu semua. Tatapilah mereka kembali dengan tatapan seorang anak yang dulu selalu bertanya dipagi hari, “Ke mana ayah, Bu? Ke mana ibu, Ayah?”
Lalu menangis kencang setiap kali ditinggalkan oleh kedua orangtuanya.
Wahai yang menangis kencang ketika kecil karena takut ditinggalkan ayah dan ibu, apakah engkau tidak melihat dan peduli dengan tangisan kencang di hati ayah dan ibu kita karena diri telah meninggalkan beliau bertahun-tahun dan hanya berkunjung setahun dua kali?
Sadarlah wahai jiwa-jiwa yang terlupa akan kasih sayang orangtua kita. Karena boleh jadi, ayah dan ibu kita, benar-benar telah menahan kerinduan puluhan tahun kepada sosok jiwa kanak-kanak kita; yang selalu berharap berjumpa dengan beliau tanpa jeda, tanpa alasan sibuk kerja, tanpa alasan tiada waktu karena mengejar prestasi.
Bersiaplah dari sekarang, agar kelak, ketika sang ayah dan ibu berkata jujur tentang kita dalam igauannya, beliau mengakui, kita memang layak menjadi jiwa yang diharapkan kedatangannya kapan pun juga.
(Dikutip dari sebuah tulisan Rahman Idris)

Sepenggal Kisah dari Al-Azhar Cairo


Seorang Syekh yang alim lagi berjalan-jalan santai bersama salah seorang di antara murid-muridnya di sebuah taman.Di tengah-tengah asyik berjalan sambil bercerita, keduanya melihat sepasang sepatu yang sudah usang lagi lusuh. Mereka berdua yakin kalau itu adalah sepatu milik pekerja kebun yang bertugas di sana, yang sebentar lagi akan segera menyelesaikan pekerjaannya.
Sang murid melihat kepada syekhnya sambil berujar:
“Bagaimana kalau kita candai tukang kebun ini dengan menyembunyikan sepatunya, kemudian kita bersembunyi di belakang pohon-pohon? Nanti ketika dia datang untuk memakai sepatunya kembali, ia akan kehilangannya. Kita lihat bagaimana dia kaget dan cemas!”
Syekh yang alim dan bijak itu menjawab:
“Ananda, tidak pantas kita menghibur diri dengan mengorbankan orang miskin. Kamu kan seorang yang kaya, dan kamu bisa saja menambah kebahagiaan untuk dirinya. Sekarang kamu coba memasukkan beberapa lembar uang kertas ke dalam sepatunya, kemudian kamu saksikan bagaimana respon dari tukang kebun miskin itu”.
Sang murid sangat takjub dengan usulan gurunya. Dia langsung saja berjalan dan memasukkan beberapa lembar uang ke dalam sepatu tukang kebun itu. Setelah itu ia bersembunyi di balik semak-semak bersama gurunya sambil mengintip apa yang akan terjadi dengan tukang kebun.
Tidak beberapa lama datanglah pekerja miskin itu sambil
mengibas-ngibaskan kotoran dari pakaiannya. Dia menuju tempat sepatunya ia tinggalkan sebelum bekerja. Ketika ia mulai memasukkan kakinya ke dalam sepatu, ia menjadi terperanjat, karena ada sesuatu di dalamnya. Saat ia keluarkan ternyata…uang.
Dia memeriksa sepatu yang satunya lagi, ternyata juga berisi uang. Dia memandangi uang itu berulang-ulang, seolah-olah ia tidak percaya dengan penglihatannya.
Setelah ia memutar pandangannya ke segala penjuru ia tidak melihat seorangpun. Selanjutnya ia memasukkan uang itu ke dalam sakunyalalu ia berlutut sambil melihat ke langit dan menangis. Dia berteriak dengan suara tinggi, seolah-olah ia bicara kepada Allah ar rozzaq : 
“Aku bersyukur kepada-Mu wahai Robbku. Wahai Yang Maha Tahu bahwa istriku lagi sakit dan anak-anakku lagi kelaparan. Mereka belum mendapatkan makanan hari ini. Engkau telah menyelamatkanku, anak-anak dan istriku dari celaka”.
Dia terus menangis dalam waktu cukup lama sambil memandangi langit sebagai ungkapan rasa syukurnya atas karunia dari Allah Yang Maha Pemurah.
Sang murid sangat terharu dengan pemandangan yang ia lihat di balik persembunyiannya. Air matanya meleleh tanpa dapat ia bendung.
Ketika itu Syekh yang bijak tersebut memasukkan pelajaran
kepada muridnya : 
“Bukankah sekarang kamu merasakan kebahagiaan yang lebih dari pada kamu melakukan usulan pertama dengan menyembunyikan sepatu tukang kebun miskin itu?”
Sang murid menjawab:
“Aku sudah mendapatkan pelajaran yang tidak akan mungkin aku lupakan seumur hidupku. Sekarang aku baru paham makna kalimat yang dulu belum aku pahami sepanjang hidupku:
“Ketika kamu memberi kamu akan mendapatkan kebahagiaan yang lebih banyak dari pada kamu mengambil”.
Sang guru melanjutkan pelajarannya.
Dan sekarang ketahuilah bahwa pemberian itu bermacam-macam : 
-Memaafkan kesalahan orang di saat mampu melakukan balas dendam adalah suatu pemberian.
-Mendo’akan temanmu di belakangnya (tanpa sepengatahuannya) itu adalah suatu pemberian.
-Berusaha berbaik sangka dan menghilangkan prasangka buruk darinya juga suatu pemberian.
-Menahan diri dari membicarakan aib saudaramu di belakangnya adalah pemberian lagi.
Ini semua adalah pemberian, supaya kesempatan memberi tidak dimonopoli oleh orang-orang kaya saja.
Jadikanlah semua ini pelajaran.
Muhammad Syakur - ADK 49

Friday, 21 November 2014

Teruntuk Seorang Laki-Laki


Untukmu laki-laki yang masih sendiri dan letih dalam pencarian belahan jiwamu, dengarlah ini…
Hentikanlah pengejaranmu untuk mendapatkan wanita yang cantik menurut nafsumu.
Cobalah buka mata hatimu bagi wanita yang cantik dalam pandangan Tuhan, dan engkau akan melihat banyak wanita sederhana yang kecantikannya sejati, yaitu yang daya tariknya berpendar dari hati yang bersih dan pikiran yang baik.
Wanita yang cantik dalam kesederhanannya, adalah wanita cantik yang sesungguhnya.
Pernikahanmu dengan wanita pilihanmu itu lebih panjang daripada kemampuan melengket dari bedak dan celak apa pun.
Engkau tak membutuhkan wanita yang kecantikannya baru tampil setelah proses berhias yang panjang dan meletihkan.
Yang kau butuhkan adalah wanita jujur yang damai wajahnya saat tidur, yang matanya terbelalak bergembira menyambut wajahmu yang biasa, yang tertawa renyah menyaksikan kelucuan anak kecil, yang berusaha menyenangkanmu dengan penganan yang dicoba dimasaknya sendiri, yang menghemat uangmu, yang menyemangatimu untuk menjadi profesional atau pebisnis yang sukses, yang memelihara kehormatannya, yang mesra dan manja kepadamu, tapi tegas dan galak dalam membela nama baikmu.
Selalu ingatlah, bahwa …
Wanita yang cantik dalam kesederhanannya, adalah wanita cantik yang sesungguhnya.
Semoga Tuhan segera mengenalkanmu dengan wanita baik itu, yang akan menjadi pendamping yang membahagiakan dan memuliakanmu, yang akan menjadi ibu dari anak-anakmu yang sehat, yang cerdas dan berbudi pekerti baik.
Semoga kalian dibahagiakan dalam pernikahan yang rukun, yang penuh keceriaan dan kesejahteraan, dalam usia yang panjang dan sehat.
via-Abdul Kadir

Saturday, 15 November 2014

Maka, nikmat Tuhan yang mana yang kamu dustakan

Malas sekali rasanya akhir akhir ini datang ke kampus.Malas sekali rasanya akhir akhir ini pergi ke Perpustakaan.Malas sekali rasanya akhir akhir ini ikut bergabung bersama teman teman.Hey, Ingat kah kamu dulu?Alangkah gembira nya kamu dulu mempunyai status menjadi Mahasiswa.Alangkah bahagia nya kamu dulu bercengkrama dengan beraneka ragam buku menarik yang setiap harinya memberi warna dalam pengetahuan mu.Alangkah Riang nya kamu dulu bersenda gurau dengan teman teman, diskusi bersama ada yang gak mau kalah dan ada yang selalu ingin benar.Semua itu memunculkan euforia dalam wajah mu.Ceria, semangat, pantang menyerah dan begitu Rajin nya dirimu segede alaihim gambreng.
Lantas, knp kini berbeda?Tidak bersyukur kah engkau masih dapat diberi kesempatan menuntut ilmu. Masih bisa dengan mudah mencari buku apapun yang ingin kamu baca. Masih bisa mengadahkan tangan jika ingin membeli sesuatu.
Pernah kah kamu merasakan setiap hari nya harus membagi waktu antara mengajar, kuliah, ataupun jualan demi penghasilan tiap bulan nya digunakan untuk ongkos kuliah?

Pernahkah kamu merasakan risau saat nilai smester mu turun dan ketakutan akan beasiswa kuliah mu dicabut ?
Pernahkah kamu begitu menahan rasa menggebu ingin membeli sesuatu yang memudahkan kuliah namun tidak punya uang cukup? Hanya menelan ludah yang dirasa.
Jika tidak, bersyukurlah.

Bukan Tak Ingin, Memang Belum Saatnya


Aku tidak sedang mencari, tidak pula sedang menunggu. Bila sekarang aku dipertemukan denganmu, itu di luar dugaanku. 

Aku tak bisa menolak takdir, tapi aku bisa membuat keputusan. Bohong jika aku tidak tertarik dengan semua kebaikan yang ada pada dirimu. Aku masih normal untuk jatuh hati pada ciptaan-NYA yang begitu menawan.

Aku belum berniat mencari, tapi bila sekarang kita dipertemukan, mungkin ini sebuah ujian. Aku mulai sadar akan apa yang hendak kutuju. Aku mulai paham atas apa yang ingin kulakukan. Tapi memintamu menunggu, itu di luar kuasaku. 

Aku tak suka membuatmu khawatir, sementara aku belum bisa menenangkanmu. Aku tak suka melihatmu dirundung rindu, sementara aku belum bisa membersamaimu. Bila kau benar cinta, kuharap kau paham dengan keputusanku.
Kumohon jangan katakan padaku bila kau menungguku. Aku takut tak kuat menahan nafsu. Bila kau benar cinta, kumohon hormati pula prinsipku. Bila yang lalu kau khilaf, aku menyadarinya, aku pun sering begitu.
Jika kau tak bisa menghormati pilihanku, maaf bila aku memilih menghindar. 

Mungkin kelak aku akan menyesal bila kudapati kau berlabuh dengan yang lain. Itu tak mengapa, aku percaya DIA hanya memilihkan yang tepat. Bila pun aku tak dipertemukan jodohku di dunia, mungkin jodohku ada di surga. Bukan aku tak percaya akan janjimu, tapi aku lebih suka mengejar janji-Nya
Kuharap kau cukup paham untuk tetap melebarkan senyum. Karena yang kita duga, belum tentu yang DIA suka. Mari mengejar janji-Nya saja.
Aku bisa menjanjikan banyak hal, tapi semoga takkan kulakukan. Bila aku mulai melontarkan itu, tolong tegur aku. Kau tak mau bukan hidup bergelimang bualan?

Ibadahmu Untuk Apa?

Untuk diriku dan beberapa teman:
Jangan terperdaya dengan ungkapan “Tingkatkan kapasitas untuk jadi pantas”. Ungkapan ini beberapa kali terucap/tertulis untuk hal yang berkaitan dengan jodoh.
Ketahuilah, sungguh Allah tidak butuh shalatmu, puasamu, sedekahmu, dan seluruh amal ibadahmu yang kau lakukan dengan maksud mendapatkan jodoh yang sepadan denganmu dan hal lainnya yang memiliki niat yang lain. Betapa banyak amalan yang agung menjadi rusak karena niat?Oleh karena itu, janganlah sekali pun ungkapan tersebut, atau yang sejenis, terucap dari lisanmu. Apalagi tertulis dalam hatimu. Jika ada, segera kau hilangkan. Sebelum banyak amalmu yang terhapus sia-sia saat kau berhujjah di pengadilan-Nya.
Jika kau merasa harus memperbaiki diri, dan memang harus, luruskan niatmu karena Allah Ta’ala. Hidayah yang telah menyelusup ke dalam hatimu tidaklah pantas kau sisipi dengan sesuatu yang merusak.Bersyukurlah pada Allah Ta’ala, yang hendak menjadikanmu hamba-Nya yang taat.

Monday, 27 October 2014

Hidup Adalah Tentang Terus Belajar Mencapai Keutuhan Diri


Aku tak pernah meminta pada DIA agar rasa ini ada, sama sekali tidak. Begitu pula kiranya kau yang tak pernah tahu pada siapa hatimu tertambat.
Semua berjalan pada poros kehidupan masing-masing, sekalipun kita mencoba keluar bila hari ini kita masih ditakdirkan di tepi, kita akan tetap di tepi.
ma. Setiap orang dilahirkan untuk sebuah laku yang tak bisa ditebak dengan jitu kecuali oleh waktu. Sama seperti aku yang tak pernah percaya pada akhirnya aku bisa begitu mudah tertarik, sama seperti aku yang selalu berusaha untuk menepis tapi tetap saja rasa itu ada.
Tidak ada yang salah dengan takdir, kecuali cara kita menghadapinya. Dan aku selalu muak mengikuti aliran air, aku tak suka hanyut. Ah, kenapa aku harus berhanyut-hanyut ria dalam air, sementara masih ada daratan yang bisa ditapaki. Ah, apa semua orang lupa, dunia sudah maju, kenapa pula harus terus hanyut jika aliran itu membawa masuk pada kubangan comberan? Kenapa harus tetap hanyut jika pada akhirnya aliran itu membawaku pada padang tandus, yang bahkan seekor tengu pun ogah menempatinya.
Aku tidak suka terlalu hanyut, sama sekali tidak. Sama seperti halnya aku tak ingin hanyut dalam kebohongan bahwa rasa ini telah hilang. Tidak sama sekali, ia tetap ada dalam penjagaanku, dalam kontrol diri yang terus berupaya untuk aku perbaiki.
Hidup adalah tentang proses mencapai keutuhan, dan keutuhan itu baru benar ada bila otak, bahkan hati, tak lagi turut bekerja. Keutuhan itu adalah kematian. Selama belum mati, selama itu pula semestinya kita terus berupaya mencapai keutuhan diri.
Semangat terus , tanpa kata menyerah dalam mencapai sesuatu itu :')

Sunday, 26 October 2014

Dosa Semalam



Assalamualaikum.
Aku hanya mau dikenali sebagai Bintang.Cinta. Aku juga seperti gadis yang lain. Penuh dengan perasaan ingin mencintai dan dicintai. Aku dipertemukan dengan seorang lelaki yang penyayang, baik hati dan sempurna di mataku..
Dan Karena cinta, aku luka. Setelah bercinta, aku lupa akan kewajiban terhadapNya. Semakin malas aku untuk solat, semakin malas aku untuk membaca Al-Quran. Aku makin terhanyut karena cinta. Waktu yang selalu terisi  bersama si dia. Di mulutku, hanya menyebut namanya. Di hatiku, hanya ada dia. Masa bersama keluarga dan kawan-kawan semakin tiada. Begitulah kuasa cinta.

Takdir. Satu hari kami ditakdirkan putus. Katanya, perasaan cinta sudah hilang dalam dirinya. Katanya, aku tidak pandai menjaga hatinya. Katanya lagi, aku sudah tidak ada dalam hatinya.
Sungguh, menerima perkataan tersebut, aku pasrah. Aku terjatuh. Kenapa perlu ditinggalkan di saat hati masih sayang?  Aku tersakiti terpaku. Aku coba memujuknya, tapi gagal. Dia tetap nekad dengan keputusannya. 
Ya Allah. Aku pasrah. Aku redha. Di saat aku jatuh, ibu menasihatiku agar bangun, bertaubat, kembali padaNya. Hanya itu yang mampu menenangkan jiwa aku. Aku bangun, aku berwudhuk. Aku mulai solat. Solat yang sudah berapa lama aku tinggalkan. 
Selesai solat, aku berdoa. Aku menangis. Ya Allah, apakah ujian yang Kau berikan ini? Aku tak sanggup untuk melaluinya lagi. YA allah, aku malu. Sesungguhnya aku teramat malu untuk menghadapMu. Waktu aku terbuang hanya untuk menikmati cinta , aku terlupa akan perintahMu. Aku abaikan perintahMu. Aku lebih mementingkan dia. Dan kini, Kau tarik balik segala nikmat yang Kau beri hanya seketika, tanpa aku sadar, tanpa aku sangka, hampir meragut jantungku.. 
Ya Allah, aku redha dengan ketentuan yang diberikan. Aku menangis. Lagi dan lagi. Malunya aku. Allah juga yang aku cari. Kenapa dulu aku sanggup tinggalkan Allah karena cinta? Ya Allah.. 
 Di saat aku mulai membaca al-quran kembali, menetis air mataku. Aku masih mampu membacanya. Sedangkan sudah sekian lama aku tinggalkan semua tu. Ya Allah, terima kasih kerana Kau tidak menutup pintu hatiku untuk bertaubat. Aku bersyukur sekali.  
Orang sekeliling memandang hina kepadaku. Mencaciku. Tapi aku bersyukur, banyak lagi yang menasihatiku, banyak lagi yang sentiasa bersamaku. Keluarga dan kawan-kawan tidak putus-putus memberi semangat, nasihat dan motivasi. Kata mereka, ini bukan akhir dari hidup kita. Kata mereka, dia yang telah menyakiti hatiku takkan dapat lari dari semua cobaan Allah. Anggaplah ini sebagai cobaan yang telah membuka pintu hatiku untuk bertaubat. 
 Dan apa yang aku tahu… dia sedang berbahagia dengan cinta hatinya yang baru..
 Syukur. Alhamdulillah. Terima kasih karena memberi peluang untuk aku mencurahkan perasaan ini kepadaMu. Semoga taubatku diterima olehMu Ya Allah.
Ingatlah kawan-kawan, cinta yang tidak halal tidak akan pernah bahagia walaupun sekuat mana kita pertahankan, selama mana kita bersama. Yang bahagia, cinta selepas menikah. Cinta yang halal. Cinta yang penuh keberkatan. Aku sudah merasai betapa pahitnya perpisahan.
Tapi aku yakin, Allah telah mempersiapkan yang lebih baik untukku. Aku hanya mampu berserah. Dosa semalam telah mengingatkan aku bahawasanya tiada yang kekal dalam dunia ini melainkan Allah.. Aku pasrah…
.
Via Gadis Tudung


Sunday, 7 September 2014

Cinta Dalam Islam. Adakah Kaum Muda Memahami?




Bercinta dan perasaan cinta mungkin sesuatu yang sukar dielakkan pada zaman ini. Dengan kemudahan teknologi perhubungan, hampir mustahil pemuda dizaman ini tidak bercinta, walaupun sekurang – kurangnya hanya dengan ber-sms.
Kali ini tajuk yang ingin dibincangkan adalah mengenai cinta di dalam Islam. Adakah kita, kaum muda memahami cinta yang dianjurkan di dalam Islam?

Cinta Dalam Islam

Cinta harus diungkapkan dengan baik dan benar sesuai dengan ukurannya. Jika tidak, boleh merosakan.
Aturan cinta dan kasih sayang ini perlu dipelihara, sehingga boleh terpelihara dan keindahannya selalu terjaga serta menjadi benteng yang kokoh.
Contohnya, lihat pada pasangan suami-isteri. Cinta dan kasih sayang boleh menjadi benteng yang sangat kuat untuk menghadapi cubaan dan ujian dari Allah.
Bila kita mampu menjaga kehadiran rasa sayang dan cinta, kita akan memiliki perlindungan yang terbaik untuk menghadapi tentangan besar dan badai kehidupan.
Namun, seringkali manusia tidak mengetahui hikmah yang tersembunyi di balik sebuah cobaan dan ujian. Lebih lagi apabila seorang manusia telah menggunakan egonya.
Biasanya mereka akan kalah dan cenderung mempesoalkan tentang ujian dan cobaan yang menimpanya.
Contohnya ketika seseorang menyatakan perasaannya kepada orang yang disukainya. Kemudian mereka yakin bahwa hubungan mereka akan bahagia ke jenjang pelamin.
Namun, mereka putus di tengah jalan.
Fenomena ini biasa terjadi dalam masyarakat, tetapi kita seringkali sukar menghadapinya. Bila tidak berhati-hati, boleh menyebabkan kekecewaan dan mempengaruhi hingga ke sendi-sendi kehidupan seseorang.
Sering kalahnya manusia dalam ujian percintaan merupakan kas yang biasa mendera kaum muda.
Padahal, generasi muda sangat diharapkan oleh masyarakat sebagai agen perubahan. Sangat sayang apabila mereka  hilang dalam perjuangan zaman, hanya karena urusan cinta dan kasih sayang.
Kegagalan menjaga rasa cinta. Mereka hanya tidak mampu menguruskan fitrah yang sangat mendasar ketika menghadapi ujian kehidupan.
Ketika kaum muda putus cinta, seolah-olah putus segala harapan untuk  mendapatkan kasih sayang. Padahal tidak. Kesempatan mereka untuk mendapatkan kasih sayang dalam koridor yang sebenar masih terbuka lebar.
Meskipun begitu, sebaiknya kita mengharapkan cinta dan kasih sayang dari Allah. Cinta dan kasih sayang tertinggi dan terbaik dibandingkan cinta dan kasih sayang dari manapun.
Kita  seharusnya selalu berprasangka positif terhadap Allah. Sehingga mampu menjadikan kita menerima kenyataan apabila ungkapan cinta dan kasih sayang terhadap sesama kita putus di tengah jalan.
Kita juga jangan sampai kehilangan pegangan hidup, yaitu Islam. Bagaimana pun, sesuatu yang kita peroleh adalah hasil terbaik yang diberikan Allah.
Meskipun pada awalnya kita tidak memahami dan merasa sakit, tetapi apabila kita percaya bahawa hal tersebut merupakan yang terbaik, kita akan ikhlas menerimanya.
Bagaimana memelihara dan mengelola perasaan cinta dan kasih sayang yang baik terhadap pasangan?
Biasanya, sebelum berumah tangga, para pemuda & pemudi selalu mendesak dan seakan terdesak untuk segera menikah. Tetapi, setelah berumah tangga, akan terasa hambar karena semuanya sudah diketahui dan terbuka.
Impian yang pernah dicita-citakan sebelum bernikah dahulu, seringkali kandas dalam pertikaian, kekerasan dalam rumah tangga, dan penceraian.
Dalam hal ini, ada kegagalan dalam menjaga cinta dan kasih sayang.

Bagaimana Rasulullah mengajar cinta dalam Islam?

Rasul sendiri selalu memberikan kehangatan kepada isteri-isterinya, terutama Aisyah. Beliau selalu bermain serta memuji Aisyah. Sederhana dan mudah dipraktikkan untuk memelihara kehangatan.
Contohnya dengan mengamalkan untuk mencium isteri 3 kali dalam sehari. Tidak perlu sembunyi-sembunyi. Kalau boleh, dihadapan anak-anak agar mereka boleh melihat ibubapanya yang bahagia.
Rasul juga selalu mencontohkan untuk menyampaikan kata-kata yang baik kepada isteri setiap hari seperti, Kamu cantik sekali hari ini.
Rasul mencontohkannya dengan selalu memanggil Aisyah dengan jolokan si “pipi merah”.
Ekspresi seperti ini, walaupun nampak mengada-ngada, tetapi ia merupakan doa yang terungkap dari dalam hati.
Tidak perlu membelikan alat-alat kecantikan yang mahal agar isteri menjadi semakin cantik dari hari ke hari. Cukup dengan memujinya setiap hari, maka isteri akan kelihatan lebih cantik, meskipun semakin tua dari hari ke hari.
Karena kecantikan isteri ada di dalam hatinya.
Amalan baik ini akan selalu dilihat oleh Allah. Allah berjanji apabila ada hambanya yang melakukan kebaikan dengan berusaha memelihara kasih sayang dan menjaga cinta sebagai seorang suami kerana Allah, Allah akan semakin mendekatinya.
Bila hambanya mendekati dengan berjalan, Allah akan menjemputnya dengan berlari. Janji ini sepatutnya dijadikan motivasi bagi kita untuk selalu menjaga keluarga kita sebaik-baiknya.
“jangan menghabiskan cinta dan kasih sayang pada masa sebelum menikah.Masih ada perjalanan panjang dalam rumah tangga nanti”.

Aurat: Menjawab Alasan Mereka Yang Tak ingin Menutup Aurat

 akhir-akhir ini, saya sering mendapat pertanyaan yang sama tentang masalah aurat. Bagaimana menjawab Pertayaan mereka yang  ingin menutup aurat? 

Bagaimana hidup mereka memakai jilbab? 

Bagaimana cara memberi pemahaman kepada mereka tentang aurat? 


Di sini saya berusaha mengumpulkan alasan-alasan dan argumen kritik buat si pelaku bedah aurat. Terima kasih kepada sumber tersebut, bisa menjadi untuk jawaban lengkap. 

Dan artikel ini tidak hanya berfokus pada isu bertudung, bahkan juga buat muslimah yang berjilbab pendek, memakai sendat serta kaum muslimin sendiri yang intens aurat.

Insyaallah semoga bermanfaat buat mereka yang mencari-cari jawaban tentang masalah ini. 


1. Meskipun  aurat, diri masih menjaga martabat dan tidak melakukan hal tak senonoh? 

"Janganlah nilai orang dari luarnya. Do not judge a book by its cover! "

"Meskipun tidak pakai jilbab, saya tetap masih jaga shalat dan menjaga perilaku" 

Jawaban: 

Apakah Anda mengklaim diri Anda memiliki hati yang suci, iman yang tinggi dan seharusnya itu.

udah cukup menjamin martabat diri tanpa harus menutup aurat? 

Tapi apakah Anda berani menjamin bahwa semua pria ajnabi yang melihat aurat Anda memiliki hati sesuci dan iman setinggi Anda juga? 

Langsungkah mereka tidak mempengaruhi dan tidak membangkitkan nafsu serakah mereka yang berada di depan Anda? 

Jadi, perlu diberi pemahaman bahwa kewajiban wanita menutup aurat bukanlah semata-mata untuk menjaga maslahat dan martabat pihak wanita itu sendiri, tetapi maslahat yang lebih besar adalah menjaga masyarakat yang berada di sekelilingnya agar tidak terfitnah disebabkan budaya
mengungkapkan aurat. 

Betapa banyak kasus-kasus kejahatan perkosaan dan cabul bersumber dari wanita sendiri yang memamerkan tubuhnya yang telanjang di hadapan khalayak pria. 

Maka tutuplah aurat bukan sekadar untuk Anda, tetapi juga demi kemaslahatan orang lain di sekitar. 



2. Perempuan yang bertudung lebih buruk dari tak berJilbab? 

"Ala ... perempuan pakai jilbab pun berperangai buruk!" 

"Ada juga teman saya yang benar-benar menutup aurat tapi perangai dan perilaku mereka lebih buruk dari perempuan yang tidak memakai Jilbab!" 

"Ada seorang kakak tu pakai Jilbab, tapi perangai buruk, mengumpat sana mengumpat sini" 

"Siapa kata orang tak pakai Jilbab semua jahat?" 

Jawaban: 

Ungkapan Anda ini tampaknya sedang memperlekehkan insan yang sedang berusaha mentaati perintah Allah (dalam bab tutup Aurat). 

Apakah Anda melihat bahwa Anda sudah lebih baik dibandingkan insan yang menutup aurat tersebut ketika Anda berani mengucapkan ungkapan seperti itu, sedangkan Anda sendiri membiarkan aurat Anda terbuka? 

Salah sama sekali dalam urusan agama, untuk kita membandingkan diri kita dengan mereka yang lebih buruk agama dan akhlak. Ini adalah teknik Setan untuk menghentikan seseorang dari melakukan upaya pemulihan diri kepada yang lebih baik.

Nabi bersabda: Dua hal yang siapapun dapat perolehinya akan ditulis dirinya sebagai hamba yang bersyukur dan sabar, orang yang gagal dalamnya, tidak akan ditulis sebagai orang bersyukur dan sabar. Yaitu siapa yang melihat tentang agamanya kepada mereka yang jauh lebih baik darinya, lalu dia berusaha mengikutinya, dan dalam hal keduniaan mereka melihat kepada orang-orang yang kurang darinya sehingga ia memuji Allah atas nikmat yang diperolehnya. (HR At-Tirmidzi) 



3. Tidak ingin hipokrit bila bertudung? 

"Bertudung ini membutuhkan keikhlasan ..." 

"Saya ingin berubah karena saya sendiri yang ingin berubah. Saya ingin melakukannya dengan ikhlas, bukan karena disuruh. "

"Buat apa pakai Jilbab kalau hati tak benar" 

Jawaban: 

Allah swt dan Rasul-Nya telah memerintahkan seluruh wanita muslimah WAJIB untuk menutup aurat tidak peduli apakah seseorang itu ikhlas atau tidak, suka atau tidak, disuruh oleh orang lain atau terbit dari hatinya sendiri. 

Sama seperti mendirikan shalat, membayar zakat, puasa Ramadhan dan semua perintah serta larangan Islam yang lain, apakah seseorang itu ikhlas atau tidak, terpaksa atau tidak. 

Jika ikhlas dijadikan alasan maka, banyak diluar sana tidak perlu shalat 5 waktu karena sulit mencapai tingkat keikhlasan yang ingin dicapai. 

Perlu dicatat, jika seseorang menutup aurat secara ikhlas atau parsial ikhlas, maka dia akan mendapat imbalan sekadar keikhlasannya. Namun tanggung jawab fisik yang diwajibkan oleh agama dianggap sudah terlaksana secara lahiriah. 

ATAU kata lainnya, tatkala itu dia hanya BERDOSA SEKALI yaitu karena tidak melaksanakannya secara ikhlas, tetapi dia terhindar dari dosa tidak mengerjakan yang wajib atasnya secara zahir. 

Namun jika dia degil dan tidak menutup aurat, atas alasan TIDAK IKHLAS, TIDAK MAHU HIPOKRIT dan sebagainya, tindakannya itu menjadikannya BERDOSA di sisi Allah secara fisik dan juga spiritual, atau dalam kata lainnya, dia berdosa DUA KALI. 

Dosa di level pertama dan kedua sekaligus, bahkan lebih hancur ketika dosa level pertama itu sangat mudah tumbuh ketika menular kepada orang lain, seperti ketika hanya ada mata pria bukan mahram yang melihat, ketika itu dosa bukan hanya dua kali tetapi sebanyak mata pria yang melihat . 

Adapun bagi mereka yang tidak ikhlas tadi, at least dia sudah selamat dari cambahan dosa dari mata pria. 

4 Menunggu seru untuk berjilbab? 

"Biarlah itu datang dari saya sendiri, bukan dipaksa siapapun. Bila tiba waktu, Insyaallah saya bertudung "

"Saya tahu hari itu akan tiba tapi bukan sekarang" 

"Insyaallah, bila sudah menikah barulah saya bersedia" 

Jawaban: 

Jika bukan sekarang, maka apakah ketika Melihat orangmati baru ingin berubah? Sadarilah wahai diri, bahwa kematian akan datang secara tiba-tiba dan tidak ada jaminan umur masih panjang beberapa minggu lagi. 



"Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang bisa nampak darinya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan jangan menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka atau ayah mereka atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara mereka, putera-putera pria mereka , atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak memiliki keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang 'aurat wanita. Dan jangalah mereka menghentakkan kaki untuk diketahui orang akan apa yang tersembunyi dari perhiasan mereka.Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. "- Surah an-Nur ayat 31