Blogroll

Friday, 25 March 2016

ROMANTIS

“We do not see for those who love one another anything like marriage”
Kakak pernah berbagi cerita tentang pengalaman uniknya berkunjung ke sebuah klinik pengobatan di Bandung beberapa taun lalu. Klinik itu berisi sekumpulan ahli pijat yang terampil meredakan cedera akibat berolahraga atau berkendara. Banyak pesepakbola, yang menjadikan tempat ini sebagai “bengkel” otot dan tulang.
Malam itu, kakak mengantar teman perempuannya untuk mengecek nyeri di bagian bahu sehabis terjatuh keras. Terapis yang sedang kebagian jaga bernama Kang Tatang. Ia generasi kedua dari sang pendiri klinik yang telah malang melintang puluhan taun di dunia pijat memijat. Dengan kepribadiannya yang ramah, laki-laki berkumis lebat itu mencairkan suasana tegang dengan obrolan penuh canda.

Artikel : Lelaki Shalih Belum Tentu Menjadi Suami Shalih



Seorang wanita pastinya mengharapkan seorang lelaki shalih untuk menjadi suaminya. Hal ini tentu baik. Namun, ketika dia sudah mendapatkan seorang suami, apakah masih pantas dia membayangkan lelaki lain untuk menjadi suaminya, meski dengan alasan lelaki lain itu –menurut pandangan pribadinya – lebih baik dari suaminya? Kita khawatir perasaan seperti ini akan menjadikan seseorang tidak mengalah pada takdirnya, setelah sebelumnya dia sudah berikhtiar.

Saya ingin menuliskan inti jawaban untuk kedua pertanyaan tersebut di sini, untuk berbagi dengan yang lain. Semoga bermanfaat :

Nabi Muhammad, dalam hidupnya, juga sering menjadi tukang jodoh. Banyak riwayat yang menjelaskan hal itu, misalnya kisah perjodohan Julaibib dan lainnya. Nah, setelah mengamati apa yang dilakukan Nabi, berikut keterangan-keterangan dalam agama, kita sampai pada satu kesimpulan, ternyata dalam penilaian Nabi, lelaki shalih itu belum tentu menjadi suami shalih. Dengan ujaran lain, tidak semua lelaki baik, dapat menjadi suami yang baik!

Suami shalih, maknanya lebih luas dari pada lelaki shalih. Lelaki shalih adalah orang yang selalu melaksanakan perintah Allah baik lahir maupun batin. Misalnya, ia selalu berjama’ah di masjid, perilaku dan tutur katanya islami, meninggalkan hal-hal yang haram. Namun, dalam memberikan penilaian tentang siapa lelaki shalih itu, yang bisa kita lakukan hanya dari sisi lahiriahnya.

Saturday, 12 March 2016

Dear my hijrah;


Dalam jalan hijrah yang aku pilih; selalu ada pilihan tuk bergegas maju atau mundur sejenak. Sebab diantara paradoks ragu dan pasti, kita harus berani memilih memperjuangkan atau merelakan; menerima atau melepaskan.
Dalam jalan hijrah yang aku pilih; kita mencoba menyapa tiap luahan cinta dengan kebaikan atau keburukan. Sebab dalam sebait aku dan kau, ada hadiah terindah dalam rindu dan suka yang bergejolak; doa misalnya.

Dalam jalan hijrah yang aku pilih; kita mendekapkan ukhuwah seperti sepatu yang kita pakai, yang tiap kaki memiliki ukurannya. Memaksakan tapal kecil untuk telapak besar akan menyakiti. Memaksakan sepatu besar untuk tapal kecil merepotkan. Kaki-kaki yang nyaman dalam sepatunya akan berbaris rapi-rapi; berkecukupan.
Dalam jalan hijrah yang aku pilih; setiap manusia tetaplah menjadi dirinya. Tak ada yang berhak memaksa sesamanya untuk menjadi sesiapa yang ada dalam angannya. Sebab diantara takaran-takaran yang tak serupa, tugas kita adalah mengukur orang dengan pakaian mereka sendiri, bukan pakaian milik tokoh lain; apalagi kita.
Dalam jalan hijrah yang aku pilih; kita selalu menggelorakan amal shalih dalam kebertakjuban. Mencemburui tiap keshalihan dan berupaya menjadikannya baju milik sendiri. Karena lillah, tidak ada orang yang terlalu jelek untuk memulai berbuat baik. Pun tidak ada orang yang terlalu 'perfect' tuk berhenti dari berkebaikan. Jangan pernah merasa cukup karena telah sampai, tapi selalu merasalah 'sedang menuju kesana'; membentangkan mimpi dan capaian.
Dalam jalan hijrah yang aku pilih; kita tak perlu bercemas akan jodoh dan rizki yang tlah diatur pasti dalam Lauful Mahfuznya. Sebab mau diambil dari jalan halal ataupun haram, dapatnya yang itu juga, dapatnya segitu juga. Yang beda rasa berkah dan bahagianya. Maka berbahagialah orang yang berhasil mengikis haram dari prosesnya, tetapi mampu menampakkan bekas berkahnya berupa akhlaq mulia dan sedekah terbaik pada sesama; menumbuhkan dan memakmurkan.
Dalam jalan hijrah yang aku pilih; kita tak mungkin bisa membuat manusia bumi tunduk dan suka seluruhnya. Selalu ada yang benci tiap islam disemarakkan; Abu Jahal misalnya. Selalu ada yang menentang tiap ketaatan dinasionalkan; Fir'aun contohnya. Maka hidup bukan untuk menuruti apa kata manusia, tapi apa kata Allah; Inilah hijrah yang memukau.
Salam,
Erwin P. Pratama

Saturday, 5 March 2016

Cinta Rasa Facebook


Zahraton Nawra
Untuk satu rasa yang tak berdevenisi, kuikhlaskan ia mengalir pada titah Ilahi.
Karna cinta sesungguhnya, tak kan lahir di balik dinding facebook.

            Aku tak melihat bintang di langit malam. Sepertinya kabut benar-benar merdeka, telah berhasil mengelabui hatiku. Mungkin aku tak punya hak membatasi perasaan terhadap orang lain. Tapi, ini sudah keterlaluan. Membiarkan ia bersarang di dalamnya, seperti menciptakan bom Molotov yang meletup-letup tanpa bisa terkendali.
“Randa, apa kabar dia?” Sejak hilang kontak sebulan yang lalu, aku hampir gila karna rindu. Mungkinkah dia sengaja menghindar karna sudah ada yang punya. Ah. Setidaknya kalau pun benar, aku tetap datang di acaranya walau sebagai tamu.
Randa… Randa… lupakah engkau bagaimana pertama kali engkau menarik hatiku bersamamu? Tidak. Aku yakin engkau tidak lupa. Bagaimana mungkin engkau lupa, sedangkan ikrar cintamu yang begitu manis masih terasa hingga ujung rongga, sampai kini. Aku benar-benar gila, Randa, kamu harus bertanggung jawab.

Friday, 4 March 2016

Sudahkah Aku Mencintai Orang Yang Tepat?


Oleh: Nafani,
DID I love the right person?
Beberapa tahun yang lalu, aku tertegun saat membaca judul tulisan di atas.
Did I love the right person? Apakah aku mencintai orang yang tepat?
Rasa bingung, bertanya-tanya, mulai mengusikku. Bukan karena aku memiliki banyak pengalaman tentang hal klise tersebut, tapi justru aku bertanya, have I ever been in love? Pernahkah aku jatuh cinta? Itulah yang kupikirkan.

Tabi’in Terbaik “Uwais Al-Qoroni” – (Part 1 of 4)




Uwais bin ‘Amir Al-Qoroni adalah tabiin terbaik sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan oleh Imam Muslim[1] dari Umar bin Al-Khotthob ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah bersabda إِنَّ خَيْرَ التَّابِعِيْنَ رَجُلٌ يُقَالُ لَهُ أُوَيْسٌ وَلَهُ وَالِدَةٌ ((Sebaik-baik tabi’in adalah seorang yang disebut dengan Uwais dan ia memiliki seorang ibu… )).
Berkata An-Nawawi, “Ini jelas menunjukkan bahwa Uwais adalah tabi’in terbaik, mungkin saja dikatakan “Imam Ahmad dan para imam yang lainnya mengatakan bahwa Sa’id bin Al-Musayyib adalah tabi’in terbaik”,
maka jawabannya, maksud mereka adalah Sa’id bin Al-Musayyib adalah tabi’in terbaik dalam sisi ilmu syari’at seperti tafsir , hadits, fiqih, dan yang semisalnya dan bukan pada keafdlolan di sisi Allah”[2]
Berikut ini kami menyampaikan sebuah hadits yang berkaitan dengan kisah Uwais Al-Qoroni yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalah shahihnya[3].
Namun agar kisahnya lebih jelas dan gamblang maka dalam riwayat Imam Muslim ini kami menyelipkan riwayat-riwayat yang lain yang diriwayatkan oleh Al-Hakim dalam Al-Mustadroknya, Abu Ya’la dan Ibnul Mubarok dalam kedua musnad mereka.
Dari Usair bin Jabir berkata, “Umar bin Al-Khotthob, jika datang kepadanya amdad dari negeri Yaman maka Umar bertanya mereka, “Apakah ada diantara kalian Uwais bin ‘Amir ?”,
hingga akhirnya ia bertemu dengan Uwais dan berkata kepadanya, “Apakah engkau adalah Uwais bin ‘Amir?”,
ia berkata, “Iya”.
Umar berkata, “Apakah engkau berasal dari Murod[4], kemudian dari Qoron?”,
ia berkata, “Benar”.
Umar berkata, “Engkau dahulu terkena penyakit baros (albino) kemudian engkau sembuh kecuali seukuran dirham?”
ia berkata, “Benar”.
((Pada riwayat Abu Ya’la[5]: Uwais berkata, “Darimana engkau tahu wahai Amirul mukminin?,
demi Allah tidak seorang manusiapun yang mengetahui hal ini.”
Umar berkata “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengabarkan kepada kami bahwasanya akan ada diantara tabi’in seorang pria yang disebut Uwais bin ‘Amir yang terkena penyakit putih (albino) lalu ia berdoa kepada Allah agar menghilangkan penyakit putih tersebut darinya,
ia berkata (dalam doanya), “Ya Allah sisakanlah (penyakit putihku) di tubuhku sehingga aku bisa (selalu) mengingat nikmat yang telah Engkau berikan kepadaku”…”))
Umar berkata, “Engkau memiliki ibu?”,
ia menjawab, “Iya”,
Umar berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ((Akan datang kepada kalian Uwais bin ‘Amir bersama pasukan perang penolong dari penduduk Yaman dari Murod dari kabilah Qoron, ia pernah terkena penyakit albino kemudian sembuh kecuali sebesar ukuran dirham,
ia memiliki seorang ibu yang ia berbakti kepada ibunya itu, seandainya ia (berdoa kepada Allah dengan) bersumpah dengan nama Allah maka Allah akan mengabulkan permintaannya. Maka jika engkau mampu untuk agar ia memohonkan ampunan kepada Allah untukmu maka lakukanlah)), oleh karenanya mohonlah kepada Allah ampunan untukku!”
((Dalam suatu riwayat Al-Hakim[6] : “Engkau yang lebih berhak untuk memohon ampunan kepada Allah untukku karena engkau adalah sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam”)), lalu Uwaispun memohon kepada Allah ampunan untuk Umar.
Lalu Umar bertanya kepadanya, “Kemanakah engkau hendak pergi?”,
ia berkata, “Ke Kufah (Irak)”,
Umar berkata, “Maukah aku tuliskan sesuatu kepada pegawaiku di Kufah untuk kepentinganmu?”,
ia berkata, “Aku berada diantara orang-orang yang lemah lebih aku sukai”.
((Dalam riwayat Al-Hakim[7] : Kemudian Uwaispun mendatangi Kufah, kami berkumpul dalam halaqoh lalu kami mengingat Allah, dan Uwais ikut duduk bersama kami, jika ia mengingatkan para hadirin (yang duduk dalam halaqoh tentang akhirat) maka nasehatnya sangat mengena hati kami tidak sebagaimana nasehat orang lain.
Suatu hari aku (yaitu Usair bin Jabir) tidak melihatnya maka aku bertanya kepada teman-teman duduk (halaqoh) kami, “Apakah yang sedang dikerjakan oleh orang yang (biasa) duduk dengan kita, mungkin saja ia sakit?”, salah seorang berkata, “Orang yang mana?”, aku berkata, “Orang itu adalah Uwais Al-Qoroni”, lalu aku ditunjukkan dimana tempat tinggalnya,
maka akupun mendatanginya dan berkata, “Semoga Allah merahmatimu, dimanakah engkau?, kenapa engkau meninggalkan kami?”,
ia berkata, “Aku tidak memiliki rida’ (selendang untuk menutup tubuh bagian atas), itulah yang menyebabkan aku tidak menemui kalian.”, maka akupun melemparkan rida’ku kepadanya (untuk kuberikan kepadanya),
namun ia melemparkan kembali rida’ tersebut kepadaku, lalu akupun mendiamkannya beberapa saat lalu ia berkata, “Jika aku mengambil rida’mu ini kemudian aku memakainya dan kaumku melihatku maka mereka akan berkata, “Lihatlah orang yang cari muka ini (riya’) tidaklah ia bersama orang ini hingga ia menipu orang tersebut atau ia mengambil rida’ orang itu”.
Aku terus bersamanya hingga iapun mengambil rida’ku, lalu aku berkata kepadanya, “Keluarlah hingga aku mendengar apa yang akan mereka katakan!”.
Maka iapun memakai rida’ pemberianku lalu kami keluar bersama. Lalu kami melewati kaumnya yang sedang bermasjlis (sedang berkumpul dan duduk-duduk),
maka merekapun berkata, “Lihatlah kepada orang yang tukang cari muka ini, tidaklah ia bersama orang itu hingga ia menipu orang itu atau mengambil rida’ orang itu”.
Akupun menemui mereka dan aku berkata, “Tidak malukah kalian, kenapa kalian mengganggunya (menyakitinya)?, demi Allah aku telah menawarkannya untuk mengambil rida’ku namun ia menolaknya!”))
Pada tahun depannya datang seseorang dari pemuka mereka[8] dan ia bertemu dengan Umar, lalu Umar bertanya kepadanya tentang kabar Uwais, orang itu berkata, “Aku meninggalkannya dalam keadaan miskin dan sedikit harta”
((Dalam riwayat Ibnul Mubarok[9] : orang itu berkata “Ia adalah orang yang jadi bahan ejekan di kalangan kami, ia dipanggil Uwais”)).
Umar berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ((Akan datang kepada kalian Uwais bin ‘Amir bersama pasukan perang penolong dari penduduk Yaman dari Murod dari kabilah Qoron, ia pernah terkena penyakit albino kemudian sembuh kecuali sebesar ukuran dirham, ia memiliki seorang ibu yang ia berbakti kepada ibunya itu,
seandainya ia (berdoa kepada Allah dengan) bersumpah dengan nama Allah maka Allah akan mengabulkan permintaannya. Maka jika engkau mampu untuk agar ia memohonkan ampunan kepada Allah untukmu maka lakukanlah)),
maka orang itupun mendatangi Uwais dan berkata kepadanya, “:Mohonlah ampunan kepada Allah untukku”,
Uwais berkata, “Engkau lebih baru saja selesai safar dalam rangka kebaikan maka engkaulah yang memohon ampunan kepada Allah untukku”,
orang itu berkata, “:Mohonlah ampunan kepada Allah untukku”,
Uwais berkata, “Engkau lebih baru saja selesai safar dalam rangka kebaikan maka engkaulah yang memohon ampunan kepada Allah untukku”,
Uwais berkata, “Engkau bertemu dengan Umar?”,
Orang itu menjawab, “Iya”.
((Dalam riwayat Al-Hakim[10] : Uwais berkata, “Aku tidak akan memohonkan ampunan kepada Allah untukmu hingga engkau melakukan untukku tiga perkara”,
ia berkata, “Apa itu?”,
Uwais berkata, “Janganlah kau ganggu aku lagi setelah ini, janganlah engkau memberitahu seorangpun apa yang telah dikabarkan Umar kepadamu” dan Usair (perowi) lupa yang ketiga)) Maka Uwaispun memohon ampunan bagi orang itu.
Lalu orang-orangpun mengerti apa yang terjadi lalu iapun pergi[11].
Usair berkata, “Dan baju Uwais adalah burdah (kain yang bagus yang merupakan pemberian si Usair) setiap ada orang yang melihatnya ia berkata, “Darimanakah Uwais memperoleh burdah itu?”[12]

HARGA SEORANG MENANTU



Beberapa waktu lalu saya dan suami mampir ke rumah seorang kawan saya yg baru menikah beberapa bulan.. pas disana juga ada ibu mertua kawan saya ini..
si suami kawan saya ini berkata, “alhamdulillaah saya memiliki seorang istri yg baik, yg membantu saya dalam segala hal..”

tetapi kemudian ibunya yg juga ibu mertua kawan saya menyahut,“ya iyalah buat apa punya istri kalo kamu masih cuci baju sendiri, ngepel, nyapu? itu kan guna kamu punya istri.”

kami semua lantas terdiam dan hanya tersenyum menanggapi ucapan sang ibu.. tampak jelas dari wajah kawan saya terlihat sedih dan wajah suaminya terlihat tidak enak pada kami..
~~~~~~~~~~

KHUTBAH IBLIS YANG SANGAT MENYENTUH HATI…



Iblis berkhutbah…??,

benar…
ia berkhutbah…
bahkan khutbah yang paling menyentuh hati…
tidak ada khutbah yang menyentuh hati sebagaimana khutbah Iblis ini…
Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata :
إِذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ ، قَامَ إِبْلِيْسُ خَطِيْبًا عَلَى مِنْبَرٍ مِنْ نَارٍ ، فَقَالَ: إِنَّ اللهَ وَعَدَكُمْ وَعْدَ الْحَقِّ وَوَعَدْتُكُمْ فَأَخْلَفْتُكُمْ
“Tatkala hari kiamat Iblis berdiri di atas sebuah mimbar dari api lalu berkhutbah seraya berkata, “Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadamu janji yang benar, dan akupun telah menjanjikan kepadamu tetapi aku menyalahinya…” (Tafsiir At-Thobari 16/563)

Thursday, 3 March 2016

Saya Ingin Hijrah…

“Saya ingin hijrah…”
Kira-kira seperti itulah suara yang beberapa waktu ini menggema dalam hati saya. Seakan apa yang saya lakukan hampir semuanya serba salah, dan memang salah. Hidup saya dengan segala aspek di dalamnya berantakan dan cobaan kepada 3 hal utama bagi saya saat ini, datang bertubi-tubi.
Bukannya dari dulu tidak ada keinginan untuk lebih baik, namun hijrah kali ini memiliki makna yang sama sekali berbeda dari sebelumnya. Hijrah kali ini, saya ingin mengubah total apa yang ada pada saya dulu hingga sekarang, dan tak pernah kembali lagi.
Seperti ulat yang berubah menjadi kepompong kemudian menjadi kupu-kupu. Kupu-kupu yang sama tak pernah lagi menjadi ulat sebagaimana ia sebelumnya.

Wednesday, 2 March 2016

🍂 PESAN UNTUK LAKI-LAKI PEMIMPIN KELUARGA 🍂



♻ Laki-laki itu adalah qowwam. Qowwam adalah leader. Yang bisa memimpin. Berarti seorang laki-laki harus mempunyai pemahaman tentang Islam dan bagaimana cara memimpin.
❓ Lalu bagaimana seorang laki-laki bisa dikatakan sebagai imam?
💎 Karena seorang laki-laki harus bertanggung jawab terhadap ibunya, istrinya, adik perempuannya, dan anak perempuannya. Karena itulah laki-laki disebut sebagai tulang pungung.

🌷KETIKA CINTA BERTEPUK SEBELAH TANGAN🌷




oleh: @AnwarKhalifah
ust. Anis matta mengatakan “cinta indah karena ia bekerja dalam ruang kehidupan yang luas. Dan inti pekerjaan nya ialah memberi”
ibnu qayyim al jauziyyah mengatakan ““Cinta yang terpuji adalah cinta yang memberikan manfaat kepada orang yang merasakan cinta itu untuk kebahagiaan dunia dan akhiratnya. Cinta inilah yang menjadi asas kebahagiaan. Sedangkan cinta bencana adalah cinta yang membahayakan pelakunya di dunia maupun akhirat dan membawanya ke pintu kenistaan serta menjadikannya asas penderitaan dalam jiwanya.”