Blogroll

Friday, 22 May 2015

Hanya Masa Lalu


Yang telah berlalu adalah masa lalu, tak peduli walau sedetik berlalu. Dia tak akan kembali, tak akan terulang lagi.
Mengenang dia yang pernah hadir di masa lalu kemudian bersedih, hanyalah buang-buang waktu. Tak akan menambah apapun kecuali gundah dan galau.
Tapi sen, dia pernah berjanji setia semati, dia telah bersumpah tak akan hianati, dia telah me..
Kawan, dia itu hanya masa lalu. Move on lah wahai hati, tak usah dipikir-pikir lagi.
Dia itu hanya masa lalu, move on lah wahai hati ! Bumi terus berputar, waktu tak berhenti, kenapa kau masih diam terpaku?
Dia itu hanya masa lalu, move on lah wahai hati! Kalau tak berjodoh (nikah) berarti dia bukan yang tepat ^^
Dia itu hanya masa lalu, move on lah wahai hati! Jangan sakiti diri, kau juga berhak bahagia ^^
Dia itu hanya masa lalu, tersenyumlah wahai hati! Seperih apapun itu semua pasti ada hikmahnya ^^
Masa lalu biarlah berlalu, mari buka lembaran baru, karena setiap hati berhak berbahagia ^^
Moga penantianmu menyenangkan kawan ^^

Rumah, 5 Sya’ban 1436 H || Sen @SenyumSyukur ^^

Friday, 15 May 2015

Nunggu Siapa?


Wahai hati, siapa yang kau nanti? Dia yang tak peduli? Sampai kapan bohongi diri?
Menunggu, lantas abaikan dia yang datang lebih dulu? Ini cinta atau buta? 
Jangan tawan hati dengan cinta yang tak pasti. Memang namanya selalu ada dalam doa, tapi bukankah Allah lebih tahu siapa yang terbaik buat hamba? 
“Bila ada seorang yang agama dan akhlaqnya telah engkau sukai, datang kepadamu melamar, maka terimalah lamarannya. Bila tidak, niscaya akan terjadi kekacauan dan kerusakan besar di muka bumi.” (Riwayat At Tirmizy)
Dan bisa jadi, dia yang hati tunggu, juga sedang pantaskan diri. Tapi untuk orang lain, bukan kamu! 
Jadi, nunggu siapa?

Rumah, 20 Rajab 1436 || Sen @SenyumSyukur ^^

Pernah Jatuh Cinta?


Bayangkan jika si pujaan hati mengirim surat dalam bentuk sandi? Atau dalam bahasa asing yang tak dipahami? Apa yang akan hati lakukan?
Jika hati benar-benar cinta, pasti akan berusaha memecahkan kode dengan segenap kemampuan. Jika dalam bahasa asing, tentu akan berjuang menerjemahkannya sekuat tenaga. Bukan begitu?
Lantas, bagaimana dengan hati yang mengaku cinta pada Allah, sudahkah hati melakukan hal yang sama untuk kitab suci-Nya?
Ataukah cinta itu hanya sampai di lisan saja?
“Apakah mereka tidak mentadaburi Al-Quran, ataukah hati mereka telah terkunci?” (QS. Muhammad: 24)

“Sekiranya Kami turunkan Al-Quran ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan ketakutannya kepada Allah” (Al-Hasyr 21)

“Coba pikir! Bila Al-Quran diturunkan kepada gunung yang besar dan tinggi, niscaya dia akan tunduk, bahkan retak dan hancur. Sementara hati Anda yang ukurannya hanya serpihan dari gunung itu, berapa banyak ia mendengar dan membaca Al-Quran? Namun demikian ia tidak pernah tunduk dan tidak terpengaruh. Rahasia di balik itu hanyalah satu kata; ia tidak merenungkannya” (Prof. DR. Nashir Al-Umar)


Rumah, 21 Rajab 1436 || sen @SenyumSyukur ^^

Tak Harus Bersama


Kadang hati memaksa Allah agar berikan kamu untukku
Padahal aku yakin, Allah Maha Tahu apa yang terbaik buat hamba-Nya
Kadang hati memaksa Allah untuk memberikanku untukmu
Padahal kamu tak tahu, siapa sebenarnya diriku

Langkah-langkah gundah
Doa-doa sepi
Cinta yang perih
Itu jika harap tersalah sandar
Diam adalah satu pilihan dalam cinta
Tapi harap jangan sampai tersalah sandar
Berharap pada Allah untuknya adalah bahagia
Berharap padanya dan lupa pada Allah adalah sengsara 

Rumah, 23 Rajab 1436 H || Sen @SenyumSyukur ^^

Doa Dalam Sepi


Saat ini aku ingin menyapa
Seperti dulu saat kita bersama
Tapi, ku tahu ini sangat bahaya
Untuk hati yang sama-sama dijaga

Oh iya, terimakasih telah mengerti
Sejak Sajak itu tak ada cakap lagi
Mungkin memang hati satu frekuensi
Seakan sepakat saling menjauhi
Tentu agar rasa ini tetap suci

Biarkan waktu yang akan menjawab rasa ini
Dalam doa yang terpanjat di malam sepi
Saat manusia terbuai mimpi
Dua hati bangun menghadap Ilahi
Saling mendoakan sepenuh hati

Rumah, 26 Rajab 1436 || sen @SenyumSyukur ^^

Doa Dalam Diam


Ketika waktu
Saat hati penuh rindu
Tapi dia belum hakmu
Maka doakan ia dalam diammu

Ketika masa
Saat hati penuh cinta
Namun belum saatnya bicara
Jangan lupa, doakan ia dalam diammu

Dalam diammu aku bertanya ragu
Dalam diam hati mendoakanmu
Doa adalah cara dua hati bersapa dalam bisu
Doa adalah senandung hati melepas rindu

Kawan, Jika cinta itu benar adanya, benar caranya, tentu ada doa menghiasi getarnya. Jika cinta itu benar adanya, benar caranya, jelas ada doa dalam setiap debarnya.

Berdoalah, karena tak ada yang tahu apa yang diperbuat doa saat raga nyenyak terlelap! 

Rumah, 25 Rajab 1436 || Sen @SenyumSyukur 

Wednesday, 13 May 2015

Menjaga Interaksi Harian dengan Quran



Suka menunda melanda kita semua. Bagaimanapun, jenis penundaan yang paling serius adalah yang menjauhkan kita dari jalan Allah dan perbuatan baik.
Adalah sesuatu yang menarik, bagaimana orang biasanya menunda untuk melakukan perbuatan baik atau pekerjaan yang bermanfaat, tapi jarang menunda perbuatan buruk atau pekerjaan yang tidak berguna! Itu mengingatkanku pada apa yang dikatakan oleh Imam Zaid Shakir dalam wawancara terbaru kami dengannya, dia berkata dengan jelas, “suka menunda berasal dari setan”.
Saya ingin mengatasi masalah yang terus berkembang di kalangan Muslim saat ini: suka menunda dalam membaca/tilawah Quran dalam kehidupan sehari-hari. Kita menyebutnya penundaan, tapi dalam kasus tertentu, itu bisa disebut mengabaikan Quran (semoga Allah melindungi kita).
Alasan, Alasan…
Biasanya, apa yang membuat orang menunda baca Quran sehari-hari berkisar di antara enam alasan ini:
  1. Kurangnya waktu: “Aku tidak punya waktu! Aku terlalu sibuk!”
  2. Sudah cukup membaca Quran dalam shalat: “Aku membaca Quran dalam shalat setiap hari…”
  3. Mental blocks: “Aku ingin berada dalam keadaan mental/spiritual tertentu untuk membaca Quran, dan aku jarang mendapatkan ‘keadaan’ itu setiap hari”
  4. Rasa bersalah: "Aku belum menyentuh Quran bertahun-tahun, aku merasa buruk, aku merasa tidak bisa membacanya sekarang, mungkin nanti kalau pergi haji atau saat Ramadhan”
  5. Tidak bisa membacanya: “Aku tidak tahu bagaimana cara membaca Quran”
  6. Kurangnya pemahaman: “Aku bisa membaca Quran, tapi aku tidak memahaminya, jadi menurutku, tidak ada gunanya membacanya”
Kita telah mendengar alasan-alasan in dalam berbagai variasanya dan kita akan mengatasinya di bawah ini insya Allah.
Mengabaikan Quran adalah Sesuatu yang SeriusPertama, saya ingin menekankan tentang bahayanya tidak menjaga hubungan dengan Quran. Allah SWT berfirman dalam Quran, “Dan Rasul berkata, "Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku telah menjadikan Al-Quran ini diabaikan.” (QS Al-Furqon: 30)
Bayangkan Nabi Muhammad SAW mengadu tentang saya dan kamu pada Hari Pembalasan kelak karena kita telah meninggalkan Quran? Bagaimana beliau tidak mengadu jika beliau SAW telah meninggalkan untuk kita Buku terbaik, mu'jizat sepanjang zaman, firman Allah dalam genggaman tangan kita, tapi kita hanya membiarkannya berdebu di rak buku!
Imam Ibn Qayyim Al Jawziyyah membuat ringkasan tentang jenis-jenis pengabaikan terhadap Quran:
  • Tidak mendengarkan dan memperhatikan ketika Quran dibacakan
  • Tidak menjalankan/tidak patuh pada ajarannya tentang halal haram, bahkan jika orang itu masih percaya atau masih membacanya. Tidak cukup kita hanya mempercayainya dan membacanya, tapi abai menjalankan ajarannya
  • Tidak mengatur dengannya atau tidak menjadikannya sebagai hakim/penentu dalam semua urusan agama
  • Tidak merenungkan maknanya, memahaminya, dan mengatahui apa yang Allah inginkan dari orang yang membacanya
  • Tidak menggunakannya sebagai obat dan penyembuh bagi semua penyakit hati, sehingga ia mencari obat atas penyakitnya dengan cara lain selain Quran
Penyembuh dan Rahmat
Saya tidak bermaksud menakut-nakutimu, tapi saya hanya ingin untuk menjelaskan bahwa tidak membaca/tilawah Quran secara teratur bukanlah hal yang kecil; kamu pasti ingin tetap berinteraksi dengan Quran secara teratur. Allah mengatakan dalam Quran: "Dan Kami turunkan dari Al Quran (sesuatu) yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang yang beriman, sedangkan bagi orang yang zalim (Al-Quran itu) hanya akan menambah kerugian” (QS Al-Isra: 82)
Bayangkan, setiap kali kamu membuka dan membaca buku ini, rahmat dan penyembuh turun kepadamu. Rahmat dan penyembuh untuk semua masalah sosialmu, masalah psikologis, naik turun emosi, dsb. Bagaimana bisa ia tidak menjadi rahmat dan penyembuh, jika kata-kata indah abadi dari Allah yang Dia firmankan memberikan ketenangan dalam hati?
Saya pernah mendengar sebuah cerita tentang seorang lelaki Muslim yang punya masalah psikologis. Dia menemui banyak dokter di negaranya dan tidak bisa menemukan solusi masalahnya. Dia pergi ke US dan mengunjungi dokter Kristen yang terkenal. Setelah mendengar masalahnya, dokter itu menuju rak buku, mengambil sebuah buku dan berkata adanya: “Kalian Muslim memiliki ini dan kamu punya masalah psikologis?!” Buku yang ia pegang adalah Quran.
Mengatasi Alasan-alasan
  1. Kurangnya waktu - Saya yakin kamu punya 10 menit saja!
  2. Sudah cukup membaca Quran dalam shalat - Alhamdulillah, bagus jika kamu baca Quran di dalam shalat setiap hari, tapi kecuali kamu adalah seorang Hafizh Quran, mayoritas dari apa yang kamu baca saat shalat adalah 5 halaman terakhir dalam Quran. Benar? Tepat sekali, membaca Quran di luar shalat memungkinkanmu untuk mengeksplorasi keindahan dan keajaiban 595 halaman lainnya dan benar-benar membangun Quran dalam kehidupanmu. Kau memerlukan waktu dengan Quran dimana kau hanya duduk untuk membaca dan merenungkan ayat-ayatnya.
  3. Mental blocks - Biasakanlah membaca Quran setiap hari dan ‘keadaan mental spesial’ itu akan datang.
  4. Rasa bersalah - Ini adalah salah satu trik setan yang paling terkenal. Setan akan membisikkan padamu bahwa kamu terlalu berdosa  bahkan untuk mendekat ke Quran, tidak ada gunanya sekarang setelah sekian lama, dan kamu hanya bisa bertaubat saat pergi haji. Nasehat sederhana saya adalah lawanlah bisikan setan; sekarang setelah kamu tahu bahwa pikiran seperti itu datang dari setan, jangan dengarkan dalam kondisi apapun. Gunakan rasa bersalah karena telah mengabaikan Quran untuk memacumu beraksi dan berubah. Ini semudah mengambil Quran dan membacanya. Insya Allah kau akan segera jatuh cinta pada Quran.
  5. Tidak bisa membacanya - Ikutilah kelas Quran atau temukan guru Quran.
  6. Kurangnya pemahaman - Ikutilah kelas Quran, cari guru Quran, mulai belajar bahasa Arab, dan atau miliki terjemahan Quran.
Tiga Tips Praktis
Jadi inilah beberapa tips praktis untuk membangun kebiasaan membaca Quran sehari-hari.
  1. Sediakan alokasi waktu harian, tidak lebih dari 10 menit, untuk membaca Quran. Saya bilang tidak lebih dari 10 menit karena jika kau berlebihan (terutama pada hari-hari pertama), kau akan kembali tidak membaca Quran lagi. Itu keanehan psikologis, jangan tanya saya! Cukup sediakan 10 menit sehari, apakah itu sebelum/sesudah Subuh, atau dalam perjalanan, atau sebelum tidur.
  2. Jadikan kebiasaan. Kamu tau bahwa menyikat gigi di pagi adalah sebuah kebiasaan? Bagus, gunakan konsep tersebut untuk Quran. Itu adalah bagian dari rutinitas pagi atau sore hari atau suatu bentuk kebiasaan yang kau lakukan secara konsisten dan kamu akan merasa tidak lengkap dan tidak senang jika kamu belum melakukannya.
  3. Mendaftar kelas Quran. Ini tergantung levelmu. Jika kamu belum bisa baca Quran, ikuti kelas yang mengajarkanmu bagaimana membaca Quran. Jika kamu bisa baca Quran, tapi tidak memahami maknanya, mulai belajar Bahasa Arab. Jika kamu bisa membaca Quran dan memahaminya, mulailah menghafal. Apapun itu, pastikan kamu menghadiri kelompok belajar yang terkait dengan Quran. Subhanallah, Quran adalah lautan ilmu tak bertepi yang tidak membosankan untuk mempelajarinya, jadi mulailah perjalananmu hari ini.
Tip Bonus: Bagaimana menyelesaikan Quran dalam 30 hari atau kurang!Saya ingin membagi kepadamu sebuah tip praktis yang sangat sederhana yang akan membantumu baca Quran dalam 30 hari insya Allah.
Saya berasumsi bahwa kamu membaca Quran dalam bahasa Arab dan bukan terjemahannya. Kurang lebih ada 600 halaman dalam Quran, jadi jika kau bagi 600 halaman dengan 30 hari dalam sebulan, kau mendapat 20 halaman untuk diselesaikan dalam sehari, atau sekitar satu juz (1/30 Quran). 20 halaman sehari mungkin terlihat banyak, tapi bagaimana jika kau membaginya dengan shalat 5 waktu? Kau hanya perlu membaca 4 halaman sebelum/setelah setiap shalat. Jadi, jika kau bisa membaca hanya 4 halaman Quran saja setelah selesai shalat, kau bisa menyelesaikan seluruh Quran dalam 30 hari! Selain itu, tilawah Quran dengan tajwid yang benar memerlukan waktu sekitar 3 menit, jadi 3 menit x 4 halaman = 12 menit. Tidak lama sebenarnya!
Sekarang, jika kau bisa melakukannya, bayangkan bagaimana hidupmu akan berubah jika kau bisa melengkapinya dengan membaca terjemahan sehingga kau memahami makna, pesan, dan pelajarannya.
Pesan PenutupSaya akan jujur padamu, Quran itu seperti guru yang diam, yang memandumu dan mengajarimu. Semakin kamu mencurahkan waktu untuknya, semakin ia akan mengungkapkan kekayaannya untukmu dan kamu akan bertumbuh dan memiliki pemahaman dengan cara yang tidak pernah kamu pikirkan sebelumnya. Orang-orang membayar ribuan untuk pelatih, penasehat pribadi, dst…tapi kamu punya Kalam Allah (AzzawaJall) dalam genggamanmu untuk membimbingmu.
Akankah kamu memulai perjalanan Quranmu, perjalanan dengan tilawah, belajar, dan beramal berdasarkan Quran secara terus menerus insya Allah?

-HS- 

Monday, 11 May 2015

Tulisan: Jika Bukan


Jika bukan aku orang yang selama ini kamu cari, aku tak mengapa
Jika bukan aku yang kamu harap dalam kehidupanmu, aku tak mengapa
Jika bukan aku yang kamu ingin temani dalam perjalanan, aku tak mengapa
Jika bukan aku sebagai tujuanmu pun, aku tak mengapa
Sebab, aku akan hadir untuk seseorang yang ingin menjadikanku sebagai teman dalam kehidupannya, menjadikanku genap bersamanya…
Sebab, aku akan menjadi pendengar untuk seseorang yang ingin berbagi cerita denganku…
Sebab, aku akan menjadi sebuah rumah untuk seseorang yang ingin pulang, bukan sekedar mampir…
Sebab, aku pun bukan seseorang yang ingin terlalu lama kamu pandang…
Aku adalah seseorang yang ingin kamu bertandang…
Jika bukan aku, aku tak mengapa…
Sebab aku percaya, percaya akan janji Tuhan…

Fikratus Sofa Muzakkiya

Saturday, 9 May 2015

Berbakti Kepada Ibu




Dari Abdullah Ibnu Abbas رضي الله عنهما, ada seorang lelaki datang menemui dirinya dan menceritakan,
“Suatu ketika aku melamar seorang perempuan, akan tetapi dia tidak mau menikah denganku. Lalu ada orang lain yang melamarnya dan dia mau menikah dengannya. Aku merasa cemburu kepadanya, hingga aku pun membunuhnya. Apakah aku masih bisa bertaubat?”.
Beliau -Ibnu Abbas- bertanya,
“Apakah ibumu masih hidup?”.
Dia menjawab, “Tidak.”
Lalu Ibnu Abbas رضي الله عنهما mengatakan,
“Kalau begitu bertaubatlah kepada Allah سبحانه وتعالى dan dekatkanlah dirimu kepada-Nya sekuat kemampuanmu.”

‘Atha’ bin Yasar berkata,
Aku menemui Ibnu Abbas رضي الله عنهما dan bertanya kepadanya,
“Mengapa engkau bertanya tentang apakah ibunya masih hidup?”.
Beliau menjawab,
“Sesungguhnya aku tidak mengetahui ada suatu amalan yang lebih mendekatkan diri kepada Allah سبحانه وتعالى daripada berbakti kepada seorang ibu.”
(HR. Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad, dinilai shahih al-Albani dalam ash-Shahihah, lihat Shahih al-Adab al- Mufrad, hal. 34)


ikromislami

Friday, 8 May 2015

Jika Mau Bersabar Sedikit Saja, Bukankah Jodoh Sebenarnya Sederhana?



Semakin dewasa, akhir pekan kian terasa berbeda. Sekarang bukan lagi masanya menggulung diri di dalam selimut, mandi sekali sehari, lalu nonton serial TV seharian. Undangan pernikahan teman yang hampir tiap weekenddatang harus dihadiri sebagai tanda penghormatan.
Perasaan bahagia saat melihat teman seperjuangan bersanding dengan pasangan pilihannya sering diikuti dengan pertanyaan yang muncul tanpa diminta,
“Duh, besok bakal bersanding di pelaminan sama siapa ya?”
“Jodoh gue besok kayak gimana ya? Ketemunya masih lama nggak ya?”
Rasa cemas, insecure sebab masih sendiri di usia yang kata orang sudah matang membuat kita merasa harus segera mengikuti jejak mereka. Urusan jodoh, tanpa sadar menjadikan kita manusia yang selalu khawatir — sampai benar-benar jadi pasangan sah di depan negara dan agama.
Padahal jika mau bersabar sedikit saja– bukankah jodoh itu sebenarnya sederhana?
Selama ini kita seperti pecinta alam dan sutradara yang terlampau kreatif. Menerka dan membuka jalan, yang sebenarnya belum tentu diamini oleh semesta
Ada satu orang sahabat saya yang cuek setengah mati soal urusan cinta. Sampai ulang tahunnya yang ke-24 dia memegang trophy sebagai jomblo abadi. Isi hidupnya hanya kuliah, tetek-bengek organisasi, ikut penelitian dosen, kumpul-kumpul bersama kami, lalu belakangan ikut kursus pra nikah sesekali. Dengan statusnya yang masih sendiri.
Tapi anehnya sahabat saya ini tidak pernah merasa kekurangan. Di wajahnya selalu bisa kami temukan senyum bahagia, bahkan lebih tulus dari kami yang ditemani pacar ke mana-mana. Dia adalah orang yang berapi-api soal cita-cita. Tak harus dihadapkan pada kegalauan saat ngambek dengan pacar membuatnya bisa menghabiskan waktu untuk banyak menulis dan membaca.
Plot twist pun tiba. Saat kami masih galau soal pekerjaan pertama dan perkara membawa hubungan cinta ke arah mana — kami mendapat kabar bahwa jomblo abadi ini akan menikah dengan pria yang selama ini jadi kawan satu organisasinya. Akad akan dilakukan segera selepas lamaran, demi menghindari hal-hal yang keluar dari ajaran.
Geli rasanya. Kami yang sudah berinvestasi waktu pun perasaan dalam ikatan pacarab sekian lama justru belum berani mengikuti jejaknya. Menghadiri prosesi akadnya seperti membawa kaca ke depan muka:
Jika mau jujur sedikit saja, sebenarnya berapa banyak waktu kita yang sudah terbuang sia-sia?
Saat kami menghabiskan masa muda dengan meratapi sakit hati, dia justru bebas loncat dari satu organisasi ke lembaga kemasyarakatan yang menarik hati. Dia boleh jadi tak merasakan debaran saat bertukar rayuan manis dengan pacar, tapi justru kebebasannya langsung bisa bercumbu sepuas hati membuat kami sedikit gusar.
Ketika kami terlalu sibuk bertukar janji demi masa depan bersama, sahabat saya ini justru langsung berani menjalaninya — bersama pria pilihannya.
Berkaca dari banyak pengalaman ternyata yang dibutuhkan hanya kemantapan dan sedikit kenekatan. Membangun masa depan tak memerlukan keahlian yang dibiakkan dari pacaran
Seringkali kalkulasi manusia dan kalkulasi semesta berjalan di plaform yang berbeda. 1095 hari bersama tidak membawa kemantapan yang sudah ditunggu sekian lama. Kita masih sering memandang wajah orang yang sudah kita genggam tangannya bertahun-tahun lamanya, kemudian membayangkan apakah masa depan benar-benar layak dijalani bersamanya.
Hubungan yang sudah sempurna di mata orang-orang bisa kandas. Perasaan yang kuat ternyata bisa hilang. Bersisian sekian lama, menerka masa depan berdua ternyata tidak menjanjikan apa-apa. Jika memang tidak ada niatan baik untuk membawa hubungan ini ke arah selanjutnya.
Inilah kenapa kisah-kisah “bertemu-orang-yang-tepat” setelah putus dari pacaran bertahun-tahun bermunculan. Kenekatan kerap muncul setelah dikecewakan. Keinginan membangun komitmen ternyata perlu didorong oleh hati yang sudah lelah menghadapi perihnya kegagalan. Ibarat lari maraton panjang, selepas garis finish kita hanya ingin meregangkan otot yang tegang — dalam sebuah peristirahatan yang jauh dari kata menantang.
Ternyata keyakinan untuk bisa membangun masa depan bersama tidak membutuhkan training bertahun-tahun lamanya. Kita bisa mengeliminasi keharusan PDKT, ratusan kali kencan, dan episode drama yang jumlahnya melebihi jari tangan.
Dalam banyak kasus justru kemantapan itu datang setelah memantaskan diri sebagai pribadi — selepas dipertemukan dengan orang yang juga sudah selesai dengan dirinya sendiri.
Jodoh toh bukan aljabar yang harus membuat kita sakit kepala. Bahkan prosesi peresmiannya berlangsung tak lebih dari hitungan menit saja
Bukankah tujuan akhir dari selalu ke mana-mana berdua adalah ucapan dalam satu hela nafas,
“Saya terima nikahnya!”
atau prosesi khidmat pemberkatan di gereja?
Lucu bukan, jika kita rela menghabiskan waktu bertahun-tahun lamanya demi prosesi yang berlangsung bahkan lebih singkat dari wisuda?
Semakin dewasa, setelah jadi saksi bagaimana kawan-kawan menemukan pasangan hidupnya — pandangan kita terhadap jodoh justru akan makin sederhana. Ini bukan lagi soal kencan ke mana, mematut diri dengan baju apa, sampai berapa lama sudah saling mendampingi dan memanggil sayang ke depan muka.
Jodoh ternyata tak lebih dari soal keberanian, kesiapan sebagai pribadi bertemu dengan peluang, keyakinan bahwa hidup tak lagi layak diperjuangkan sendirian. Konsep jodoh yang dengan jelas sudah disiapkan Tuhan sebenarnya tidak menuntut kita untuk galau menantikannya.
Toh dia pasti akan datang sendiri. Bukankah Tuhan tidak akan bermain-main dengan janji?
Kita-kita ini saja yang suka lebay mendramatisir suasana. Merasa paling merana jika belum menemukannya. Merasa hidup kurang sempurna jika belum bertemu pasangan yang bisa menggenapkan separuh jiwa. Padahal jika memang sudah waktunya, pintu jodoh itu akan terbuka dengan sendirinya. Mudah, sederhana, bahkan kadang tanpa banyak usaha.
Kalau memang bukan garisnya, diikat pakai batu akik pun, tak akan jadi jodoh kita seorang anak manusia. Jika memang begini hukumnya — haruskah kita galau dan bercemas diri lama-lama?
Pertunangan bisa gagal, khitbah bisa dibatalkan, pun resepsi bisa di-cancel beberapa jam sebelum perhelatan. Ikatan sebelum pernikahan (ternyata) tidak layak membuat kita merasa aman, pun bangga karena merasa sudah punya pasangan. Sebab ternyata tak ada yang bisa memberi jaminan.
Janji-janji manis yang sudah terucap sebelumya tidak akan berarti apa-apa sampai ada tanda sah di depan negara dan agama. Cincin berlian, atau bahkan batu akik yang sedang hits itu tak akan membantu apapun, jika memang jalan hidup berkata sebaliknya.
Daripada mencemaskan yang sudah tergariskan, mengapa kita tidak mengusahakan yang bisa diubah lewat usaha keras? Rejeki, pekerjaan, membuka kesempatan untuk kembali studi di luar negeri, sampai memutar otak demi membahagiakan orangtua yang sudah tak semandiri dulu lagi misalnya? Hal-hal itu lebih layak mengakuisisi ruang otak kita dibanding terus-terusan galau memikirkan pasangan yang sudah jelas dipersiapkan oleh yang Maha Kuasa.
Akan tiba masanya, ketika kita memandang orang yang tertidur dengan lelap di sisi kanan sembari mengulum senyum. Ternyata begini jalannya. Ternyata inilah jodoh kita yang telah disiapkan oleh semesta. Suatu hari, semua kecemasan yang memenuhi rongga kepala ini hanya akan jadi bahan tertawaan saja.
Bolehkah mulai sekarang kita berusaha lalu berserah saja? Sebab pada akhirnya, jodoh toh sebenarnya sederhana.
Nendra Rengganis

Thursday, 7 May 2015

Untukmu Ukhty ^^


Suatu malam kau datang membawa tangis. Mengadu hati sakit teriris. Tentang dia yang berpaling ke seorang gadis. Lupakan janji yang dulunya manis.
Saat itu aku tertawa geli. Bukan kejam tak peduli. Namun dari dulu sudah aku nasehati. Agar tak bermain dengan hati.
Lelaki sejati berani menghadap wali, bukan bergombal ria di japri-mu. Atau mengarungi cinta bermandikan nafsu, yang kalamnya semanis madu, padahal untuk nafsu yang memburu.
Jika dia berani maksiati Tuhannya, hianatimu bukanlah apa-apa. Jika dia padamu berani menggoda, pada wanita lain tentu juga bisa
Ukhti, jadilah mawar anggun nan indah. Yang berduri tak mudah disentuh. Untuk pengeran yang berani berjuang peluh. Datang dengan hati dan cinta yang utuh. Menghadap wali dengan tekad yang sungguh.
Ukhti, belajarlah dari masa lalu. Kembalilah ke jalan Tuhanmu. Menyesallah sepenuh qalbu. Dan bukalah lembaran baru.
Kemudian berjanjilah tak akan mengulangi. Bukan padaku. Tapi pada Dzat yang menciptakanmu!
***
Tapi, akhirnya kau datang lagi. Dengan perut terisi. Mengadu tentang dia yang telah pergi. Tinggalkanmu menangis sepi.
Aku pun terdiam lama, tak tahu harus jawab apa. Hanya doa terlantun lirih, agar hati tak bersedih
***
Ukhti, hidup ini ceritakan banyak kisah dan sejarah, agar hati belajar dan mengambil hikmah.
Untukmu aku susun ‪#‎eBookUkhti‬. Sebuah kumpulan suara hati, para pelaku, korban, dan pemuda kahfi. Agar kau bisa jaga diri atau obati apa yang telah terjadi
Karena, Kalau bukan kau, siapa lagi wahai ukhti? ^^
Sen@ Senyum Syukur